Komunikasi dan Sistem Komunikasi
Sistem berasal dari bahasa Yunani sistema yang berarti suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian dan hubungan yang berlangsung di antara satuan-satuan atau komponen secara teratur.
Sesuatu dapat dikatakan sebagai sistem apabila paling tidak memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Adanya interdependensi, artinya komponen-komponen dalam suatu sistem saling berkaitan, berinteraksi dan saling berinterdependensi satu sama lain.
2. Keluaran (output) dari suatu sistem sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan.
3. Eksistensi kesatuan (totalitas) itu dipengaruhi oleh komponen-komponennya, sebaliknya eksistensi masing-masing komponen itu dipengaruhi oleh kesatuannya.
4. Sebagai suatu kesatuan yang mempunyai masukan (input) dan keluaran (output) atau tujuan tertentu.
Tak bisa dipungkiri, pembahasan tentang sistem komunikasi tak akan terlepas dari sistem sosial sehingga tidaklah mengherankan bila membahas tentang komunikasi maka tak lain kita sedang membahas satu dimensi dalam ilmu sosial. Pendek kata, komunikasi ialah bagian dimensi sosial yang khusus membahas pola interaksi antar manusia (human communication) dengan menggunakan ide atau gagasan lewat lambang atau bunyi ujaran.
SKI (Sistem Komunikasi Indonesia) sebagai suatu sistem tidak bisa berdiri sendiri. SKI berkaitan erat dengan sistem-sistem lainnya. Secara umum hubungan antara sistem komunikasi dengan sistem lainnya ialah sebagai berikut:
1. Sistem komunikasi dipengaruhi oleh sistem sosial. Sistem sosial merupakan suatu bangunan sistem yang besar dimana di dalamnya terdapat beberapa subsistem, antara lain sistem ekonomi, sistem politik, sistem budaya dan sistem komunikasi itu sendiri yang bersama-sama dengan sistem lainnya membangun eksistensi sistem sosial secara bersama-sama.
2. Sistem komunikasi dipengaruhi oleh sistem politik. Sistem komunikasi dan sistem politik memiliki keterkaitan yang erat, dimana sistem politik suatu Negara akan sangat mempengaruhi pola sistem komunikasi Negara yang bersangkutan.
Menurut Harold D. Laswell, komunikasi memiliki beberapa fungsi, antara lain:
1. Penjajagan atau pengawasan lingkungan (surveillance of environtment)
2. Menghubungkan bagian-bagian yang terpisah dari masyarakat untuk menanggapi lingkungannya (correlation of the part of society in responding to the environtment)
3. Menurunkan warisan sosial dari generasi ke generasi berikutnya (transmission of the social heritage)
Sementara itu Charles R. Wright (1988) menambahkan satu fungsi lagi dalam komunikasi, yaitu entertainment (hiburan) yang merujuk pada tindakan-tindakan komunikatif yang terutama sekali dimaksudkan untuk menghibur dengan tidak mengindahkan efek-efek instrumental yang dimilikinya.
Berdasarkan uraian diatas, ada beberapa alasan mengapa kita perlu mempelajari sistem komunikasi, antara lain sebagai berikut:
1. Perkembangan teknologi komunikasi yang kian pesat di Indonesia akan mengubah pola arus informasi yang berkembang. Perkembangan yang pesat tersebut jelas membutuhkan kajian khusus dan mendalam.
2. Indonesia adalah Negara yang multietnis. Dengan kata lain Indonesia adalah Negara yang memiliki tingkat heterogenitas Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA) yang tinggi. Ini memungkinkan masing-masing daerah di Indonesia mempunyai ciri khas tersendiri dalam pola komunikasinya.
3. Meskipun perkembangan teknologi komunikasi sudah sedemikian pesat, tetapi mayoritas masyarakat Indonesia masih tinggal di pedesaan. Ini mengakibatkan perkembangan media masa tidak selamanya bisa dimanfaatkan di desa. Oleh karena itu ciri komunikasi yang berkembang di desa jelas berbeda dengan yang berkembang di kota. Hal ini menyebabkan perlunya kajian mengenai peran pemimpin opini (opinion leader) dalam mempengaruhi sistem komunikasi di pedesaan.
4. SKI jelas berbeda dengan sistem komunikasi di Negara lain. Perbedaan tersebut dilatarbelakangi oleh kondisi sistem sosial, politik dan budaya yang dikembangkan. Itu artinya, sistem budaya masyarakat Indonesia misalnya akan memberi warna dan corak sistem komunikasinya.
Pola-Pola Komunikasi di Indonesia
Menurut Everett M. Rogers, komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud mengubah perilaku. Sementara Harold D. Laswell memformulasikan proses komunikasi dengan who (siapa), says what (mengatakan apa), in which channel (lewat saluran apa), to whom (kepada siapa) with what effect (efek apa yang diharapkan).
Komunikasi Dengan Diri Sendiri
Menurut Hafied Changara (2000), terjadinya proses komunikasi dengan diri sendiri karena seseorang menginterpretasikan sebuah objek, kemudian objek tersebut diberi arti, diinterpretasikan berdasarkan pengalaman yang berpengaruh pada sikap dan perilaku dirinya.
Ada beberapa tanda-tanda umum sesuatu bisa dikatakan sebagai komunikasi dengan diri sendiri, yaitu: 1) keputusan merupakan hasil berpikir atau hasil usaha intelektual; 2) keputusan selalu melibatkan pilihan dari berbagai alternatif; 3) keputusan selalu melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksanaannya boleh ditangguhkan atau dilupakan.
Komunikasi Antarpribadi
Menurut sifatnya, komunikasi antarpersona dibedakan menjadi dua, yakni komunikasi diadik (dyadic communication) yaitu proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka yang dilakukan melalui tiga bentuk percakapan, wawancara dan dialog; dan komunikasi kelompok kecil (small group communication) yaitu proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka dimana anggota-anggotanya berinteraksi satu sama lain.
Sesuatu bisa dikatakan sebagai komunikasi antar pribadi bila memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) anggotanya terlibat dalam proses komunikasi tatap muka; 2) pembicaraan berlangsung secara terpotong-potong karena peserta bebas berbicara disebabkan kedudukannya relatif sama; 3) sumber dan penerima sulit dibedakan dan diidentifikasi.
Komunikasi antarpribadi memiliki beberpa tujuan, antara lain:
1. Mengenal diri sendiri dan orang lain
2. Mengetahui dunia luar
3. Menciptakan dan memlihara hubungan menjadi bermakna
4. Mengubah sikap dan perilaku
5. Bermain dan mencari hiburan
6. Membantu orang lain
Komunikasi Kelompok
Sesuatu dikatakan sebagai komunikasi kelompok karena beberapa alasan, antara lain: pertama, proses komunikasi dimana pesan-pesan yang disampaikan oleh seorang pembicara kepada khalayak dalam jumlah yang lebih besar secara tatap muka. Kedua, komunikasi berlangsung kontinyu dan bisa dibedakan mana sumber dan mana penerima. Ketiga, pesan yang disampaikan terencana (dipersiapkan) dan bukan spontanitas untuk segmen khalayak tertentu.
Komunikasi Massa
Menurut Michael W. Gamble dan Teri W. Gamble (1986), sesuatu bisa dikatakan sebagai komunikasi massa jika mencakup:
1. Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern untuk menyebarkan atau memancarkan pesan secara cepat kepada khalayak yang luas dan tersebar. Pesan itu disebarkan melalui media modern pula antara lain surat kabar, majalah, televisi, film atau gabungan di antara media tersebut.
2. Komunikator dalam komunikasi massa menyebarkan pesan-pesannya bermaksud mencoba berbagi pengertian dengan jutaan orang yang tidak saling mengenal atau mengetahui satu sama lain. Anonimitas audience dalam komunikasi masa inilah yang membedakan jenis komunikasi ini dengan yang lain. Ini berarti, antara pengirim dan penerima pesan tidak saling mengenal satu sama lain.
3. Pesan adalah publik. Artinya bahwa pesan ini bisa didapatkan dan diterima oleh banyak orang dan bukan untuk sekelompok orang tertentu. Karena itu, pesan bisa diartikan milik publik.
4. Sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasi formal seperti jaringan, ikatan atau perkumpulan. Dengan ata lain, komunikatornya tidak berasal dari seseorang, tetapi lembaga. Lembaga inipun biasanya berorientasi pada keuntungan ekonomis dan bukan organisasi sukarela atau nirlaba.
5. Komunikasi massa dikontrol oleh gate-keeper. Artinya pesan-pesan yang disebarkan atau dipancarkan dikontrol oleh sejumlah individu dalam lembaga tersebut sebelum disiarkan lewat media massa. Ini berbeda dengan komunikasi antarpribadi, kelompok atau publik dimana yang mengontrol bukanlah sejumlah individu. Beberapa individu dalam komunikasi massa itu ikut berperan dalam membatasi, memperluas pesan yang disiarkan.
6. Umpan balik dalam komunikasi massa sifatnya tertunda. Kalau dalam jenis komunikasi lain umpan balik bisa langsung, maka dalam komunikasi massa umpan balik tidak bisa langsung dilakukan alias tertunda.
Menurut Elizabeth-Noelle Neuman, ada empat tanda pokok yang membedakan antara komunikasi massa dengan jenis komunikasi lainnya, antara lain: 1) bersifat tidak langsung, artinya harus melewati media teknis; 2) bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi antara peserta komunikasi (para komunikan); 3) bersifat terbuka, artinya ditujukan kepada publik yang tidak terbatas dan anonim dan 4) mempunyai publik yang secara geografis besar.
Komunikasi Sebagai Sebuah Proses
Komunikasi Sebagai Proses Sosial
Manusia tidak akan mengalami perkembangan fisik dan psikis yang baik jika ia mengasingkan diri dari masyarakat sekitarnya. Komunikasi akan selalu diwarnai oleh sikap, perilaku, norma, dan pranata dalam masyarakat.
Menurut Goran Hedebro, hubungan antara perubahan sosial dengan komunikasi (atau media komunikasi) dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Teori komunikasi mengandung makna pertukaran pesan. Artinya komunikasi hadir dalam setiap upaya yang bertujuan membawa ke arah perubahan.
2. Komunikasi hadir dengan tujuan membawa perubahan, namun komunikasi bukanlah satu-satunya alat yang dapat membawa perubahan sosial.
3. Media yang digunakan dalam komunikasi berperan melegitimasi bangunan sosial yang ada.
4. Komunikasi adalah alat yang luar biasa guna mengawasi salah satu kekuatan penting masyarakat.
Secara garis besar komunikasi sebagai proses sosial di masyarakat memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut:
1. Komunikasi menghubungkan antar berbagai komponen masyarakat.
2. Komunikasi membuka peradaban (civilization) baru manusia.
3. Komunikasi adalah manifestasi control sosial dalam masyarakat.
4. Tidak bisa diingkari komunikasi berperan dalam sosialisasi nilai ke masyarakat.
5. Indvidu berkomunikasi dengan orang lain menunjukkan jati diri kemanusiaannya.
Komunikasi Sebagai Proses Budaya
Komunikasi merupakan salah satu wujud kebudayaan.
Jika ditinjau secara konkret, hubungan antara komunikasi dengan isi kebudayaan maka akan semakin jelas bahwa:
1. Dalam mempraktikkan komunikasi manusia membutuhkan peralatan-peralatan tertentu.
2. Komunikasi menghasilkan mata pencaharian hidup manusia.
3. Sistem kemasyarakatan menjadi bagian tak terpisahkan dari komunikasi.
4. Komunikasi akan menemukan bentuknya secara lebih baik manakala menggunakan bahasa sebagai alat penyampaian pesan kepada orang lain.
5. Sistem pengetahuan atau ilmu pengetahuan merupakan substansi yang tak lepas dari komunikasi.
Komunikasi Sebagai Proses Politik
Keberadaan komunikasi akan sangat erat kaitannya dengan keberadaan sistem politik. Dengan kata lain, sistem dan pola komunikasi yang berkembang dalam masyarakat akan sangat dipengaruhi oleh sistem politik yang berkembang dalam masyarakat.
Sistem politik demokratis akan menghasilkan pola komunikasi demokratis, dimana arus informasi dapat berjalan dua arah antara pemerintah dengan masyarakat. Sementara sistem politik otoriter akan menghasilkan pola komunikasi otoriter pula dimana arus informasi hanya berjalan dari pemerintah kepada masyarakat.
Sistem Pers dan Sistem Pers Indonesia
Sistem pers adalah subsistem dari sistem komunikasi. Di dalam SKI, pers memiliki dua sisi kedudukan, antara lain: sebagai medium komunikasi yang tertua dibanding dengan media lainnya dan sebagai lembaga kemasyarakatan yang merupakan bagian integral dari masyarakat.
Fred Siebert, Wilbur Schramm dan Theodore Peterson dalam bukunya Four Theories of The Press(1963) mengamati setidak-tidaknya ada empat kelompok besar teori (sistem) pers, yakni sistem pers otoriter (authoritarian), sistem pers liberal (libertarian), sistem pers komunis (Marxist) dan sistem pers tanggung jawab sosial (social responsibility).
Teori atau sistem pers otoriter dikenal sebagai system pers tertua yang lahir sekitar abad 15-16 pada masa pemerintahan absolut. Pers dalam sistem ini berfungsi sebagai penunjang Negara (kerajaan) untuk memajukan rakyat. Pemerintah menguasai sekaligus mengawasi media.
Sistem pers liberal (libertarian) berkembang pada abad 17-18 sebagai akibat munculnya revolusi industri dan adanya tuntutan kebebasan berpikir di negara barat yang sering disebut aufklarung (pencerahan). Menurut sistem ini, kebenaran akan diperoleh jika pers diberi kebebasan sehingga kebebasan pers menjadi tolak ukur dihormatinya hak bebas yang dimiliki manusia.
Sistem pers komunis berkembang karena munculnya negara Uni Soviet yang berpaham komunis pada awal abad ke-20. Pers dalam sistem ini merupakan alat pemerintah atau partai dan menjadi bagian integral dari negara. Kritik diizinkan sejauh tidak bertentangan dengan ideologi partai.
Sistem pers Tanggung Jawab Sosial (social responsibility) muncul pada awal abad ke-20 pula sebagai protes terhadap kebebasan mutlak dari libertarian yang mengakibatkan kemerosotan moral masyarakat. Dasar pemikiran sistem ini adalah sebebas-bebasnya pers harus bisa bertanggung jawab kepada masyarakat tentang apa yang diaktualisasikan.
Sistem Pers Indonesia
Melihat uraian mengenai empat teori pers di atas, jika diamati maka Indonesia termasuk menganut sistem pers tanggung jawab sosial. Ini tidak hanya dilihat dari istilah “pers yang bertanggung jawab” seperti yang kita kenal selama ini, namun berbagai aktualisasi pers pada akhirnya harus disesuaikan dengan etika dan moralitas masyarakat. Pers harus bertanggung jawab pada satu dasar ideologi yang diyakini, yaitu Pancasila (Pancasila harus dijadikan acuan dalam perilaku pers).
Namun pers Indonesia tidaklah serta merta menganut sistem pers tanggung jawab sosial seperti yang kini dianut. Berdasarkan uraian mengenai empat teori pers, maka Indonesia pernah menganut sistem pers otoriter dan sistem pers liberal sebelum akhirnya menganut sistem pers tanggung jawab sosial.
Ketika masa orde baru, pers Indonesia sempat menganut sistem pers otoriter, dimana Pemerintah melalui Departemen Penerangan pada masa itu mengontrol seluruh kegiatan pers, mulai dari keharusan memiliki SIUPP bagi lembaga pers, kontrol isi yang amat ketat terhadap pemberitaan pers sampai dengan seringnya kasus pembredelan terhadap media yang dianggap mengganggu stabilitas, ketentraman dan kenyamanan hidup masyarakat dan negara. Kebebasan pers berada di tangan pemerintah. Pers tunduk pada sistem pers, sistem pers tunduk pada sistem politik.
Pasca orba (masa reformasi), pers Indonesia seakan memperoleh kebebasannya yang selama ini tidak pernah benar-benar dirasakan. Pemerintahan Habibie yang pada masa itu menggantikan Soeharto mencabut SIUPP kemudian masa pemerintahan berikutnya di bawah pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Soekarnoputri, pemerintah membubarkan Departemen Penerangan. Era kebebasan pers pun dimulai. Sistem pers Indonesia pun berubah menjadi sistem pers liberal. Hal ini dapat dilihat melalui minimnya self censhorsip pada media, artinya media lemah dalam melihat apakah suatu berita layak dimunculkan dan sesuai dengan keinginan masyarakat. Akibatnya banyak bermunculan media-media jurnalisme “lher”. Hal ini bisa dilihat dengan maraknya kemunculan berbagai media yang mengangkat tema pornografi guna memenuhi permintaan pasar. Selain itu, muncul pula kecenderungan media untuk mengadili seseorang bersalah sebelum munculnya keputusan hukum oleh pengadilan. Hal ini dapat dilihat pada kasus Soeharto. Pada awal-awal masa reformasi, media seakan-akan berlomba untuk mengadili sosok Soeharto.
Namun lambat laun sistem pers Indonesia mulai berubah dan menyesuaikan dengan ideologi serta etika dan moral yang berkembang di masyarakat. Mulai selektifnya masyarakat dalam memilih media yang akan dikonsumsi menyebabkan lambat laun media-media jurnalisme “lher” hilang dengan sendirinya karena kurang mampu bersaing dengan media-media yang lebih berkulitas dan edukatif dalam menyampaikan informasi.
Sistem Komunikasi di Pedesaan
Sebuah ciri khas khusus yang berhubungan dengan komunikasi di pedesaan adalah komunikasi lebih banyak dilakukan dengan komunikasi antar persona. Ini diakibatkan masyarakat desa belum percaya sepenuhnya terhadap media massa atau juga sejalan dengan tingkat pendidikannya. Pada saat ini ada tiga media yang sangat berpotensi dalam menyebarkan informasi ke masyarakat di pedesaan, yakni Koran Masuk desa (KMD), Media Rakyat (MR) dan Media Tradisional (MT).
Media Rakyat (MR)
Berrigan (1979) mendefinisikan media rakyat (media masyarakat) sebagai berikut:
1. Media masyarakat adalah media yang bertumpu pada landasan yang lebih luas dari kebutuhan semua khalayaknya.
2. Media masyarakat adalah adaptasi media untuk digunakan oleh masyarakat yang bersangkutan, apa pun tujuan yang ditetapkan oleh masyarakat.
3. Media masyarakat adalah media yang memberi kesempatan kepada warga masyarakat untuk memperoleh informasi, pendidikan, bila mereka menginginkan informasi itu.
4. Media ini adalah media yang menampung partisipasi masyarakat sebagai perencanaan, produksi dan pelaksana.
5. Media masyarakat adalah sasaran bagi masyarakat untuk mengemukakan sesuatu, bukan untuk menyatakan sesuatu kepada masyarakat.
Adapun fungsi-fungsi dari media masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Memberi saluran alternatif sebagai sarana bagi rakyat untuk mengemukakan kebutuhan dan kepentingan mereka.
2. Berguna menyeimbangkan pemihakan kepada perkotaan yang tercermin dalam isi media.
3. Membantu menjembatani kesenjangan antara pusat dan pinggiran.
4. Mencegah membesarnya rasa kecewa, puas diri dan keterasingan di kalangan penduduk daerah pedesaan.
5. Member fasilitas berkembangnya keswadayaan, kemampuan menolong diri sendiri dan kemampuan mengambil keputusan sendiri.
6. Berguna bagi umpan balik, sistem pemantauan dan pengawasan suatu proyek tertentu.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa media rakyat ialah bentuk komunikasi dari, oleh dan untuk rakyat yang tumbuh dan berkembang di pedesaan dengan menggunakan media massa dan menjadikan rakyat sebagai hal yang paling utama.
Koran Masuk Desa
KMD adalah Koran kota yang beredar di pedesaan. Berdasarkan klasifikasi, isi KMD lebih menitikberatkan pada informasi atau pemberitaan, kemudian menyusul penerangan, penyuluhan, pendapat umum (public opinion) dan artikel-artikel yang punya makna sosial budaya dan sosial ekonomi pedesaan.
Tujuan dari pengadaan KMD antara lain sebagai berikut:
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai aspek-aspek pembangunan dan pembaruan.
2. Meningkatkan keterampilan (skill) terutama yang menyangkut cara hidup dan cara memenuhi kebutuhan hidup.
3. Memotivasi masyarakat untuk menimbulkan keinginan mengubah nasibnya serta bergerak dalam partisipasi pembangunan.
4. Meratakan informasi dalam rangka peningkatan arus informasi ke pedesaan.
Akan tetapi, pengembangan KMD bukannya tanpa hambatan. Hambatan-hambatan yang bisa diidentifikasi dalam pengembangan KMD antara lain:
1. Masyarakat akan bergerak maju dari tradisional ke modern. Semakin maju tingkat pendidikan masyarakat, semakin beragam pula jenis media yang akan mereka konsumsi. Jika masyarakat pedesaan lambat laun mulai menjadi modern, maka eksistensi KMD yang merupakan media bagi masyarakat pedesaan akan terancam.
2. Peran pemerintah daerah masih kecil. KMD membutuhkan dana yang tidak sedikit, sementara mengandalkan pemasukan dari iklan atau pelanggan rasanya sangat sulit karena wilayah sebaran KMD sangat terbatas sehingga pemasang iklan pada KMD sangat sedikit jumlahnya. Untuk itulah diperlukan peran pemda guna menunjang operasional KMD. Namun pemda lebih tertarik untuk berinvestasi ke kebutuhan pembangunan fisik atau bidang lain yang mempunyai keuntungan materi.
3. KMD semakin terancam dengan perkembangan community newspaper (koran lokal). Saat ini banyak dari KMD lambat laun berubah menjadi koran lokal. Ini artinya peran yang pernah dimainkan oleh KMD lambat laun diambil alih oleh koran lokal.
4. Masyarakat lebih menikmati KMD untuk mencari hiburan. KMD pada awalnya menitikberatkan untuk mendorong masyarakat agar berpola pikir ke depan dan merangsang untuk membangun daerahnya. Hiburan itu tercermin dengan kegemaran masyarakat untuk membaca berita-berita criminal, seks dan kejahatan lain. Padahal berita-berita semacam itu saat ini sudah bisa dinikmati di Koran daerah atau acara di televisi.
Media dan Seni Tradisional
Media tradisional adalah alat komunikasi yang sudah lama digunakan di suatu tempat (desa) sebelum kebudayaannya tersentuh oleh teknologi modern dan sampai sekarang masih digunakan di daerah itu. Adapun isi dari media tradisional masih berupa lisan, gerak isyarat, atau alat pengingat dan alat bunyi-bunyian.
William R. Bascom mengemukakan fungsi-fungsi pokok folklore sebagai media tradisional adalah sebagai berikut: 1) sebagai sistem proyeksi (projective system); 2) sebagai pengesahan / penguat adat; 3) sebagai alat pendidikan (pedagogical devices); 4) sebagai alat paksaan dan pengendalian sosial agar norma-norma masyarakat dipatuhi oleh anggota kolektifnya.
Beberapa kelebihan dari media tradisional dan seni tradisional disbanding media lain adalah:
1. Ia tumbuh dan berkembang di masyarakat, sehingga dianggap sebagai bagian atau cermin kehidupan masyarakat desa.
2. Media rakyat harus dinikmati dengan jenjang pengetahuan atau pendidikan tertentu (karena sifatnya tertulis, maka masyarakat harus bisa membaca terlebih dahulu), sedangkan media tradisional bisa dinikmati semua lapisan masyarakat.
3. Seni tradisional sifatnya lebih menghibur sehingga lebih mudah mempengaruhi sikap masyarakat.
Meskipun demikian, seni atau media tradisional terbentur hambatan dalam pengembangannya, hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: Pertama, sejalan dengan tingkat perkembangan masyarakat yang kian maju dan modern, ia akan terancam eksistensinya. Kedua, peran serta pemerintah sangat kecil, padahal seni tradisional merupakan salah satu sumber devisa yang dapat diandalkan. Ketiga, media massa kurang tertarik mengekspos atau memberitakan seni tradisional tersebut.
Penyuluh Pembangunan, Juru Penerang dan Pos Penerangan Pedesaan
Menurut Everet M. Rogers adalah seseorang yang atas nama pemerintah atau lembaga penyuluhan berkewajiban untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sasaran penyuluhan untuk mengadopsi inovasi (penemuan).
Ada beberapa alasan mengapa penyuluhan penting, antara lain: 1) sebagai proses penyebaran informasi; 2) sebagai proses penerangan; 3) sebagai proses perubahan perilaku; 4) sebagai proses pendidikan; 5) sebagai proses rekayasa sosial.
Apa yang dilakukan oleh Juru penerang (jupen) di desa hampir sama dengan penyuluh pembangunan. Namun tugas jupen biasanya tidak banyak berurusan dengan masalah pembangunan atau pertanian layaknya para penyuluh. Tugas jupen ialah menjadi “kepanjangan tangan” pemerintah.
Baik jupen maupun penyuluh pembangunan setidak-tidaknya membutuhkan beberapa syarat agar komunikasinya efektif, yakni
1. Openness. Komunikasi bisa dikatakan mengena jika antara komunikator dengan komunikan saling terbuka.
2. Empathy. Artinya sejauh mana komunikator itu melibatkan diri dalam perasaan, kebiasaan, adat istiadat dan aturan pada diri komunikan.
3. Positiveness. Yaitu sikap positif terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain.
4. Supportiveness. Artinya sikap pelaku komunikasi yang mendukung terjadinya proses komunikasi.
5. Equality. Yaitu adanya unsur-unsur kesamaan yang dimiliki pihak-pihak yang berkomunikasi.
Tugas jupen ini semakin mudah ketika pemerintah melalui surat Direktorat Jenderal penerangan Umum Deppen No. 158/k/VI/T/ 1988 tanggal 23 Juni 1988 membentuk Pos Penerangan Pedesaan (Pospendes).
Fungsi-fungsi dari pospendes antara lain sebagai berikut: 1) sebagai “dapur informasi” di tingkat desa atau pusat pengolahan dan pelayanan informasi pembangunan di pedesaan; 2) sebagai forum / tempat pertemuan komunikasi antar kelompok-kelompok penerangan dan kelompok lain yang ada di pedesaan; 3) sebagai forum / tempat komunikasi antara para Pembina Kelompok di pedesaan (PLKB, jupen, Petugas Penyuluh Lapangan / PPL); 4) sebagai pusat pembinaan dan kegiatan berbagai kelompok di pedesaan (kelompencapir, kelompok tani, kelompok ternak, kelompok batik dan lain-lain).
Pospendes mempunyai tugas dan kegiatan pula: 1) sebagai dapur informasi bertugas melakukan pengolahan informasi melalui kegiatan-kegiatan di daerah dalam rangka menyerap dan mengolah informasi yang ada; 2) sebagai pusat pelayanan informasi bertugas memberikan pelayanan penerangan / informasi kepada masyarakat pedesaan yang membutuhkan melalui kegiatan-kegiatan penyediaan berbagai informasi dan media komunikasi yang berkaitan dengan informasi di pedesaan dan pelayanan langsung bagi yang membutuhkan; 3) sebagai tempat / forum komunikasi yang bertugas melaksanakan kegiatan rutin yang berkaitan dengan pembinaan komunikasi di pedesaan.
Opinion Leader dan Peranannya Dalam Sistem Komunikasi Indonesia
Model Arus Komunikasi
Dalam proses komunikasi dikenal empat model arus alir pesan, yakni model jarum injeksi (hypodermic needle model), model alir satu tahap (one step flow model), model alir dua tahap (two step flow model), dan model alir banyak tahap (multy step model flow). Masing-masing model memiliki ciri khas dan pola yang berbeda dalam arus peredaran komunikasinya.
Secara substansial, model jarum injeksi (one step flow model) berarti arus komunikasi berjalan satu arah dari media massa ke audience. Dasar pemikiran yang melatarbelakangi model ini ialah keyakinan bahwa khalayak itu bersifat pasif terhadap berbagai macam informasi yang disebarkan / disiarkan media massa, sebaliknya media aktif untuk mempengaruhi audience. Teori ini dikenal juga dengan nama teori peluru (bullet theory).
Sehubungan dengan model ini, ada beberapa ciri menarik yang pernah dikemukakan oleh Elihu Katzsebagai berikut: Pertama, media massa memiliki kekuatan yang luar biasa besarnya, sanggup menginjeksi secara mendalam ide-ide ke dalam benak-benak yang tak berdaya. Kedua, mass audience dianggap seperti atom-atom yang terpisah satu sama lain serta tidak saling berhubungan dengan media massa.
Model alir satu tahap hampir menyerupai model jarum hipodermik. Kesamaannya, saluran media massa langsung berhubungan dengan audience-nya. Adapun perbedaan diantara kedua model tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Model alir satu tahap mengakui bahwa media massa bukanlah all powerfull dan tidak semua media mempunyai kekuatan yang sama.
2. Pesan-pesan yang diterima oleh audience sangat tergantung kepada sistem seleksi yang ada pada masing-masing audience.
3. Model alir satu tahap mempengaruhi kemungkinan timbulnya reaksi atau efek yang berbeda di kalangan audience peneima (receiving audience) terhadap pesan-pesan media yang sama.
Model alir dua tahap mengasumsikan bahwa pesan-pesan media massa tidak seluruhnya langsung mengenai audience. Oleh Karena itu, dalam model ini dikenal pihak-pihak tertentu yang membawa pesan dari media untuk diteruskan ke masyarakat. Pihak-pihak tertentu tersebut dikenal dengan nama opinion leader (pemimpin opini / pemuka pendapat).
Model alir banyak tahap pada prinsipnya adalah gabungan dari semua model yang sudah disebutkan sebelumnya. Model ini menyatakan bahwa pesan-pesan media massa menyebar kepada audience atau khalayak melalui interaksi yang kompleks.
Sejarah Opinion Leader
Istilah opinion leader menjadi perbincangan dalam literatur komunikasi sekitar tahun 1950-1960-an. Sebelumnya dalam literatur komunikasi sering digunakan istilah influentials, influencers, atau tastemakers untuk menyebut opinion leader. Kata opinion leader kemudian lebih lekat pada kondisi masyarakat di pedesaan, sebab tingkat media exposure-nya masih rendah dan tingkat pendidikan masyarakat yang belum menggembirakan. Pihak yang sering terkena media exposure di masyarakat desa kadang diperankan oleh opinion leader.
Ada dua pengelompokan opinion leader berdasarkan aktif tidaknya dalam perilaku. Pertama, opinion leader aktif (opinion giving). Opinion leader disebut aktif jika ia sengaja mencari penerima atau followers untuk menumumkan atau mensosialisasikan suatu informasi. Kedua, opinion leader pasif (opinion seeking). Artinya opinion leader dicari oleh folowersnya. Dalam hal ini followers aktif mencari sumber informasi kepada opinion leader sehubungan dengan permasalahan yang sedang dihadapi.
Opinion leader adalah orang yang mempunyai keunggulan dari masyarakat kebanyakan. Sudah sepantasnya jika mereka memiliki karakteristik yang membedakan dirinya dengan yang lain. Beberapa karakteristik yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Lebih tinggi pendidikan formalnya dibanding dengan anggota masyarakat lain;
2. Lebih tinggi status sosial ekonominya;
3. Lebih inovatif dalam menerima dan mengadopsi ide baru;
4. Lebih tinggi pengenalan medianya (media exposure);
5. Kemampuan empatinya lebih besar;
6. Pertisipasi sosial lebih besar;
7. Lebih kosmopolit (memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas).
Di samping itu ada juga syarat seorang pemimpin (termasuk pemimpin opini) yang pernah dikatakan oleh Floyd Ruch sebagai berikut:
1. Social perception, artinya seorang pemimpin harus dapat memiliki ketajaman dalam menghadapi situasi;
2. Ability in abstract thinking, artinya pemimpin harus memiliki kecakapan secara abstrak terhadap masalah yang dihadapi;
3. Emotional stability, artinya pemimpin harus memiliki perasaan stabil, tidak mudah terkena pengaruh dari luar (yang tidak diyakini dan bertolak belakang dengan keyakinan masyarakat).
Ditinjau dari penguasaan materinya, pemuka pendapat dapat digolongkan menjadi dua. Pertama, monomorfik (monomorphic), yakni jika pemuka pendapat hanya menguasai satu permasalaha saja. Kedua, polimorfik (polymorphic), yakni jika pemuka pendapat menguasai lebih dari satu permasalahan.
Opinion Leader Dalam Sistem Komunikasi
Tak bisa dipungkiri bahwa opinion leader menjadi salah satu unsur yang sangat mempengaruhi arus komunikasi, khususnya di pedesaan. Berbagai perubahan dan kemajuan masyarakat sangat ditentukan oleh peran opinion leader ini. Ketidakmampuan dalam mempengaruhi opinion leader pada akhirnya akan berdampak negatif terhadap program yang sedang dijalankan. Opinion leader bukanlah manusia yang serba super dan tahu segalanya, tetapi kelebihannya adalah bahwa mereka dianggap orang yang lebih peka dan in group serta tahu adat kebiasaan masyarakat. Opinion leader juga lebih mempunya gradasi hemofili yang lebih baik dibanding dengan pihak lain.
Dalam perkembangannya, peran opinion leader ini lambat laun semakin pudar sejalan dengan tingkat perkembangan media massa yang kian pesat dan tingkat “melek huruf” masyarakat yang meningkat. Memang benar bahwa di satu sisi opinion leader masih punya pengaruh yang kuat di dalam usaha mempengaruhi sikap dan perilaku pengikutnya, tetapi di sisi lain, pengikut sering menentukan sikap dan perilakunya sendiri.
Selama ini kajian tentang opinion leader lebih banyak dikaitkan dengan perannya dalam masyarakat, padahal opinion leader juga bisa dikaji dalam bidang politik. Dalam bidang politik, yang dimaksud dengan opinion leader adalah mereka yang mempunyai otoritas tinggi dalam menentukan sikap dan perilaku pengikutnya. Mereka diikuti bukan dari jabatan atau kedudukan politik tetapi karena kewibawaan, ketundukan, karisma, mitos yang melekat padanya atau karena pengetahuan serta pengalaman yang dimilikinya.
Hubungan antara opinion leader dalam politik dengan masyarakat di Indonesia bisa ditarik benang merah sebagai berikut:
1. Pemimpin opini sangat berpengaruh di dalam mempengaruhi proses kebijakan politik di Indonesia.
2. Pemimpin opini juga bisa menolak kebijakan pemerintah. Pemerintah tidak akan bisa mencapai keberhasilan tanpa dukungan pemimpin opini.
Peran opinion leader dalam kehidupan sosial di Indonesia juga tidak bisa dibilang rendah. Karena opinion leader sangat dipercaya masyarakatnya, ia ikut menentukan berbagai perilaku masyarakat.
M. Munandar Soelaiman (1998:148) mengemukakan bahwa setidaknya ada dua hal yang menyebabakan seorang opinion leader dapat memiliki kekuatan dalam masyarakat: 1) memiliki kemampuan kemasyarakatan yang dalam dan tinggi (highly developed social science); dan 2) selalu melandaskan sesuatu kepada kesepakatan bersama (general consensus).
Yang menjadi pertanyaan kita kemudian adalah bagaimana masa depan opinion leader di Indonesia? Setidak-tidaknya ada beberapa poin penting yang bisa digaris bawahi:
1. Masuknya teknologi komunikasi di pedesaan telah menyebabkan munculnya jarak sosial antara pemimpin opini dengan msyarakatnya.
2. Dengan masuknya teknologi komunikasi, hubungan intim yang selama ini terbina antara pemimpin opini dengan masyarakat atau antara masyarakat itu sendiri kian memudar.
3. Tak bisa dipungkiri, teknologi komunikasi yang masuk ke desa telah mengubah muatan penting dalam komunikasi. Teknologi komunikasi turut serta merubah budaya masyarakat menjadi lebih konsumtif.
4. Pemimpin opini di Indonesia masih sangat berperan dalam mempengaruhi sikap dan perilaku pengikutnya di desa.
Adapun beberapa ciri opinion leader beserta proses komunikasi yang dijalankan bisa diringkas sebagai berikut:
1. Komunikasi interpersonal mempunyai struktur jaringan yang sangat kuat, karena ikatan yang telah lama ada, kebiasaan-kebiasaan setempat yang telah lama tertanam dan sebagainya dan setiap struktur ini mempunyai pemuka-pemuka pendapatnya.
2. Komunikasi di dalam masyarakat Indonesia ditandai oleh ciri-ciri sistem komunikasi feudal dimana arus komunikasi cenderung berjalan satu arah.
3. Pemuka-pemuka pendapat ini dianggap telah dikenali dan dapat diketahui dengan mudah dari fungsi mereka masing-masing dalam pranata-pranata informal yang telah berakar dalam masyarakat.
4. Sejalan dengan itu, jaringan komunikasi yang ada dalam masyarakat juga dengan sendirinya dianggap telah dikenali pula.
5. Pemuka-pemuka pendapat tidak hanya mereka yang memegang fungsi dalam pranata informal masyarakat tetapi juga pemimpin-pemimpin formal.
6. Pemuka pendapat di Indonesia dianggap bersifat polimorfik.
7. Pemuka pendapat pasti akan meneruskan informasi yang diterimanya kepada pengikutnya meskipun dengan perubahan-perubahan.
Ponsel, Realitas Baru Dalam Komunikasi
Salah satu perkembangan komunikasi yang paling aktual di Indonesia lima tahun terakhir adalah Hand Phone (HP). Kehadiran HP yang membanjiri kota-kota di Indonesia telah membentuk aktivitas komunikasi tersendiri. Dengan kata lain, revolusi dalam berkomunikasi di Indonesia sudah memasuki tahap baru dengan kehadiran HP.
Jika ditinjau dari media yang digunakan, komunikasi dengan HP termasuk dalam bentuk komunikasi nir massa. Ciri yang menyertai bentuk komunikasi ini adalah tidak melibatkan massa yang heterogen dan komunikatornya tidak melembaga (yang selama ini menjadi cirri dalam komunikasi massa), tetapi melibatkan peralatan lain.
Perkembangan pesat dalam dunia sistem komunikasi kita tentunya akan mengubah pola komunikasi yang terjadi di masyarakat selama ini. Ada beberapa catatan tentang perkembangan baru dalam sistem komunikasi Indonesia, terutama kaitannya dengan penggunaan HP.
1. Komunikasi melalui HP adalah bentuk revolusi komunikasi yang sedang melanda Indonesia. HP telah menjadi fenomena baru dalam sistem komunikasi Indonesia.
2. Komunikasi HP telah menurunkan minat baca masyarakat. Disamping menurunkan minat baca, HP juga mengarahkan masyarakat untuk hidup konsumtif.
3. Komunikasi dengan HP telah memunculkan praktik bisnis illegal.
4. Komunikasi dengan HP tidak mengindahkan etika dalam penggunaannya.
5. Penggunaan HP di Indonesia lebih digunakan untuk gaya hidup bukan untuk kebutuhan komunikasi.
Tetapi kita harus sadar bahwa berkomunikasi menggunakan HP juga punya kekurangan. HP mengubah suara menjadi gelombang elektromagnetik seperti halnya radio. Kuatnya pancaran gelombang dan letak HP yang menempel di kepala akan mengubah sel-sel otak hingga berkembang abnormal dan potensial menjadi sel kanker.
Apapun dampak positif dan negatif ponsel di Indonesia yang jelas ponsel adalah peralatan yang relatif modern digunakan. Ponsel telah mengubah berbagai sistem komunikasi yang dijalankan di Indonesia. Ponsel telah membawa revolusi perubahan sistem komunikasi di Indonesia.
Agenda Besar Sistem Komunikasi Indonesia
Ada beberapa hal yang layak dicermati sehubungan dengan semakin diberikannya ruang publik rakyat yang berimbas pada perubahan dalam arus komunikasinya. Pertama, Sistem Komunikasi Indonesia harus memfungsikan partisipasi rakyat secara lebih besar.Sistem komunikasi yang tidak memberikan rakyat untuk memfungsikan dirinya dalam sistem komunikasi sama saja sistem komunikasi itu mengalami set back (langkah mundur).
Kedua, SKI sudah memasuki sistem yang lebih terbuka. Dan kenyataan ini menjadi sesuatu yang baik bagi proses SKI, sebab suatu sistem mempunyai ciri terbuka. Sistem Komunikasi Indonesia sudah memasuki era penggunaan media massa yang menuntutnya untuk tidak tertutup.
Ketiga, ruang publik rakyat harus tetap dipertahankan dan diberikan dalam kadar yang lebih “kini dan masa datang”.
Keempat, sistem komunikasi menjadi alat pemintal yang menghubungkan antar sistem dalam masyarakat, artinya sistem komunikasi harus mampu mempersatukan perbedaan multikultur masyarakat Indonesia atau bahwa sistem komunikasi harus mampu mendukung integrasi masyarakat Indonesia.
Kelima, peran media massa menjadi sangat penting di tengah komunitas masyarakat yang kian besar, artinya media massa harus diberikan ruang bebas yang cukup agar bisa mengalokasikan kepentingan masyarakat dan pemerintah secara baik.
Rabu, November 18, 2009
Senin, Oktober 12, 2009
Lembaga Yudikatif di Indonesia
Lembaga Yudikatif di Indonesia
A. Pengertian Lembaga Yudikatif
Lembaga Yudikatif adalah suatu badan yang memiliki sifat teknis yuridis yang berfungsi mengadili penyelewengan pelaksanaan konstitusi dan peraturan perundang-undangan oleh institusi pemerintahan secara luas serta besifat independent dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. Lembaga Yudikatif ini termasuk dalam bidang ilmu hukum dari pada bidang politik kecuali dibeberapa negara dimana Mahkamah Agung memainkan peranan politik berdasarkan konsep “yudicial review” (menguji ulang peraturan perundang undangan yang bertentangan dengan peraturan perundang undangan yang ada di atasnya).
B. Perbandingan Lembaga Yudikatif Pada Negara Demokrasi Dengan Lemabaga Yudikatif Pada Negara Komunis
1. Lemabaga Yudikatif Pada Negara Demokratis
Dalam Negara demokratis, Badan Yudikatif dikenal dengan 2 sistem, yaitu :
a. Sistem Common Law (negara anglo saxon)
Sistem Common Law adalah sistem hukum yang tumbuh di negara Inggris. Sistem ini berpedoman pada prinsip bahwa selain undang undang yang dibuat oleh parlemen juga berpedoman pada peraturan lain yang merupakan common law. Keputusan ini disebut juga dengan case law atau judge made law.
Karakterisitik hukum dalam case law adalah pada umumnya negara tersebut tidak ada kodifikasi hukum dalam kitab undang undang, karena dimana hakim sebagai suara undang undang. Hukum case law cenderung mirip dengan hukum perdata adat tak tertulis.
b. Sistem civil law (hukum perdata umum)
Sistem ini adalah sistem hukum yang berpedoman pada hukum yang sudah ditetapkan. Atau sistem ini menganut paham positivisme perundang-undangan atau legalisme yang berpendapat bahwa “undang undang menjadi sumber hukum satu satunya”. Dalam implementasinya sistem ini para hakim tidak boleh melakukan kodifikasi hukum melainkan harus berpedoman pada hukum yang sudah ada untuk menyelesaikan persoalan persoalan. Keputusan hakim disebut juga jurisprudensi, tetapi dasar keputusannya tetap pasal tertentu dari kitab undang-undang. Dalam kedua sistem secara teoristis hakim berhak member keputusan baru terlepas dari jurisprudensi atau undang undang yang biasa mengikatnya dengan evaluasi atau re-evaluasi jurisprudensi terlebih dahulu atau interpretasi atau re-interpretasi baru kitab undang-undang lama. Tetapi dalam praktek, para hakim tetap berpedoman pada keputusan lama,terutama pada keputusan pengadilan yang lebih tinggi terutama MA. Badan Yudikatif di negara federal pengadilan dapat menyelesaikan kasus antar negara bagian sedangkan di negara kesatuan tidak.
2. Lembaga Yudikatif Pada Negara Komunis
Di negara komunis, peran seluruh lembaga kenegaraan diarahkan untuk kemajuan komunis, karenanya segala aktivitas serta alat kenegaraan termasuk penyelenggaraan hukum dan wewenang badan hukum merupakan prasarana untuk melancarkan perkembangan kearah komunis.
Contoh:
a. Hongaria
UUD nya “Badan Peradilan Hongari, menghukum musuh rakyat pekerja, melindungi dan menjaga negara, ketertiban hukum dan ekonomi dan lembaga demokrasi rakyat serta hak-hak pekerja dan mendidik rakyat pekerja untuk mentaati tata tertib kehidupan masyarakat sosialis”.
b. Uni Soviet (kini Rusia)
Menurut Andrei Y. Vyshhinsk dalam The Law of The Soviet State, “Sistem pengadilan dan kejaksaan merupakan alat yang kuat dari diktatur proletar, dengan mana tercapainya tugas-tugas sejarah dapat terjamin, tata hukum sosialis diperkuat dan pelanggar-pelanggar undang-undang diberantas”.
c. Hak Asasi Manusia
Badan Yudikatif tidak dimaksudkan untuk melindungi kebebasan individu dari tindakan sewenang-wenang pemerintah. Menurut H. Friedmann, dalam bukunya “Legal Theory“, HAM di Uni Soviet hanya dilindungi “sejauh tidak diselenggarakan secara bertentangan dengan tujuan hukum dan ekonomi”.
Pandangan umum yang bisa kita peroleh mengenai Badan yudikatif ialah:
1. Badan Yudikatif dan Yudicial Review
Secara umum Badan Yudikatif memiliki hak menguji yaitu hak menguji apakah peraturan hukum yang lebih rendah dari UU sesuai dengan UU yang bersangkutan. Mahkamah Agung memiliki fungsi Yudicial Review.
Contoh:
Keputusan Mahkamah Agung Amerika Serikat tahun 1803 yaitu tentang “pemisahan antara golongan kulit putih dengan golongan hukum” merupakan diskriminasi dan tidak dibenarkan UU ini dianggap tonggak sejarah bagi perjuangan orang hukum untuk hak hak sipil.
Di India, Mahkamah Agung pada tahun 1969 mengeluarkan keputusan bahwa UU yang diprakasai oleh Indira Gandhi yang menasionalisasikan beberapa bank swasta sebagai “Unconstitusional”.
2. Kebebasan Badan Yudikatif
Badan Yudikatif pada umumnya yang ada bahwa tiap negara hukum masih berpegang pada prinsip “bebas dari campur tangan badan eksekutif”. Tujuannya adalah agar Badan Yudikatif dapat berfungsi dengan baik demi penegakan hukun dan keadilan serta menjamin HAM. Pasal 10 Declarations of Human Rights, memandang kebebasan dan tidak tidak memihaknya badan-badan pengadilan di dalam tiap tiap negara sebagai sesuatu hal yang esensiil. Di beberapa negara jabatan hakim diangkat untuk seumur hidup, contoh: Amerika Serikat dan Indonesia.
3. Kekuasaan Badan yudikatif di Indonesia
Sistem hukum yang belaku di Indonesia, khususnya hukum hukum perdatanya hingga kini masih terdapat dualism, yaitu:
a. Sistem Hukum Adat, suatu tata hukum yang becorak asli Indonesia dan umumnya tidak tertulis.
a. Sistem Hukum Eropa Barat (Belanda) yang dipengaruhi oleh hukum romawi. Asas kebebasan Badan Yudikatif adalah berpedoman pada pasal 24 dan pasal 25 UUD 1945 bahwa “Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka. Artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan dalam UU tentang kedudukan para hakim”. Dalam UU no 19 th 1964, tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman pasal 19 dikatakan bahwa “Demi kepentingan revolusi, kehormatan negara dan bangsa atau kepentingan masyarakat yang mendesak, Presiden dapat turut atau campur tangan dalam soal pengadilan”.
4. Badan Yudikatif pasca era Reformasi di Indonesia
Badan Yudikatid di era reformasi di Indonesia terjadi perubahan. Perubahan ini sejalan dengan adanya amandemen terhadap UUD 1945 bab IX tentang kekuasaan kehakiman pasal 24 ayat 2 menetapkan bahwa Badan Yudikatif yang menjalankan kekuasaan kehakiman adalah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, agama, militer, TUN dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Wewenang Badan Yudikatif menurut UUD 1945 Amandemen, adalah sebagai berikut:
a. Mahkamah Agung : adalah mengadili Kasasi dan menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang (pasal 24A ayat 1).
b. Mahkamah Konstitusi adalah berwenang mengadili tingkat pertama dan terakir yang bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD, sengketa lembaga negara , memutus pembubaran parta politik dan perselisihan tentang hasil pemilu ( pasal 24 C ayat 1 ).
c. Komisi Yudisial adalah berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung, menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim ( pasal 24B ayat 1).
C. Badan-badan Yudikatif di Indonesia
1. Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung (disingkat MA) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara.
Peradilan Mahkamah Agung menganut sistem continental. Dalam sistem tersebut MA merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum dan menjaga agar semua hukum dan undang-undang di seluruh wilayah negara ditetapkan secara tepat dan adil serta memiliki sifat yang netral dari intervensi pemerintah (independent).
a. Kewajiban dan wewenang MA
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MA adalah:
1) Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang
2) Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi
3) Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan rehabilitasi
b. Tugas Pokok dan Fungsi MA
1) Fungsi Peradilan
a) Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar.
b) Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung berwenang memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir:
• semua sengketa tentang kewenangan mengadili
• permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 28, 29,30,33 dan 34 Undang-undang Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985)
• semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku (Pasal 33 dan Pasal 78 Undang-undang Mahkamah Agung No 14 Tahun 1985)
c) Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu wewenang menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah Undang-undang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya) bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985)
2) Fungsi Pengawasan
a) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970)
b) Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan:
• Terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan perbuatan Pejabat Pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan Hakim (Pasal 32 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985)
• Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan (Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985)
3) Fungsi Pengaturan
a) Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan (Pasal 27 Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No.14 Tahun 1985)
b) Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-undang
4) Fungsi Pemberian Nasehat
a) Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya
b) Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk kepada pengadilan disemua lingkunga peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38 Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung)
5) Fungsi Administrasi
a) Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun 1970 secara organisatoris, administrative dan finansial sampai saat ini masih berada dibawah Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah kekuasaan Mahkamah Agung
b) Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman)
6) Fungsi Lainnya
Selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 serta Pasal 38 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung dapat diserahi tugas dan kewenangan lain berdasarkan Undang-undang
2. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Mahkamah Konstitusi (disingkat MK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (Pasal 1 UU No.24 tahun 2004).
a. Sejarah Berdirinya MK
Sejarah berdirinya lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) diawali dengan diadopsinya ide MK dalam amandemen konstitusi yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR ) pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan pasal 24 ayat (2) pasal 24C dan pasal 7B UUD 1945 hasil perubahan ketiga yang disahkan pada 9 November 2001. Ide pembentukan MK merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul di abad ke-20. Setelah disahkannya Perubahan ketiga UUD 1945 maka dalam rangka menunggu pembentukan MK, MPR menetapkan Mahkamah Agung (MA) menjalankan fungsi MK untuk sementara sebagaimana diatur dalam pasal III aturan Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan Keempat.
DPR dan Pemerintah kemudian membuat Rancangan Undang-Undang mengenai Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan Pemerintah menyetujui secara bersama UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden.
Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden melalui keputusan Presiden Nomor 147/M Tahun 2003, hakim konstitusi untuk pertama kalinya yang dilanjutkan dengan pengucapan sumpah jabatan para hakim konstitusi di Istana Negara pada tanggal 16 Agustus 2003.
Lembaran perjalanan MK selanjutnya adalah pelimpahan perkara dari MA ke MK, pada tanggal 15 Oktober 2003 yang menandai mulai beroperasinya kegiatan MK sebagai salah satu cabang kekuasaan kehakiman menurut ketentuan UUD 1945.
b. Visi dan Misi MK
1) Visi
Tegaknya konstitusi dalam rangka mewujudkan cita-cita Negara hokum dan demokrasi demi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang bermartabat.
2) Misi
a) Mewujudkan Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman yang terpercaya
b) Membangun konstitusionalitas Indonesia dan budaya sadar berkonstitusi
c. Kewajiban dan Wewenang MK
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MK adalah:
1) Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum
2) Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945
d. Tugas Pokok MK
1) Menguji undang-undang terhadap UUD
2) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar
3) Memutus pembubaran partai politik
4) Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum
5) Memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wapres telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden
3. Komisi Yudisial Republik Indonesia
Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU no 22 tahun 2004 yang berfungsi mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama calon hakim agung.
a. Visi dan Misi KY
1) Visi
Terwujudnya penyelenggara kekuasaan kehakiman yang jujur, bersih, transparan, dan professional
2) Misi
a) Menyiapkan calon hakim agung yang berakhlak mulia, jujur, berani dan kompeten
b) Mendorong pengembangan sumber daya hakim menjadi insan yang mengabdi dan menegakkan hukum dan keadilan
c) Melaksanakan pengawasan penyelenggara kekuasaan kehakiman yang efektif, terbuka dan dapat dipercaya
b. Tujuan KY
1) Agar dapat melakukan monitoring secara intensif terhadap penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat
2) Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kekuasaan kehakiman baik yang menyangkut rekruitmen hakim agung maupun monitoring perilaku hakim
3) Menjaga kualitas dan konsistensi putusan lembaga peradilan, karena senantiasa diawasi secara intensif oleh lembaga yang benar-benar independen
4) Menjadi penghubung antara kekuasaan pemerintah dan kekuasaan kehakiman untuk menjamin kemandirian kekuasaan kehakiman
c. Wewenang KY
Komisi Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim
d. Tugas Pokok KY
1) Mengusulkan Pengangkatan Hakim Agung
a) Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung
b) Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung
c) Menetapkan calon Hakim Agung
d) Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR
2) Menjaga dan Menegakkan Kehormatan, Keluhuran Martabat Serta Perilaku Hakim
a) Menerima laporan pengaduan masyarakat tentang perilaku hakim
b) Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim
c) Membuat laporan hasil pemeriksaan berupa rekomendasi yang disampaikan kepada Mahkamah Agung dan tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR
4. Kejaksaan Agung Republik Indonesia
Kejaksaan Agung (KA) adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan Negara di bidang penyidikan dan penuntutan yang menurut undang-undang dan bebas dari pengaruh kekusaan manapun.
a. Tugas dan Wewenang KA
Tugas dan wwenang kejaksaan secara umum adalah melakukan penyidikan dan penuntutan perkara pidana, perdata dan TUN serta menciptakan ketertiban dan ketentraman umum. Sedangkan tugas dan wewenang Jaksa Agung sendiri adalah menetapkan policy, koordinasi, mengesampingkan perkara demi umum, mengajukan kasasi, pertimbangan kepada MA, Presiden tentang grasi pidana mati dan cekal pada WNI tertentu.
5. Departemen Kehakiman dan HAM
Departemen Kehakiman dan HAM adalah lembaga yang memiliki kekuasaan kehakiman dan HAM yang merupakan lembaga kekuasaaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
a. Tugas Pokok dan Fungsi
Tugas pokok Departemen Kehakiman dan HAM adalah menyelengarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang kehakiman dan HAM. Sedangkan fungsi pokoknya adalah melaksanakan urusan Hukum dan HAM, administrasi, diklat serta penyusunan RUU dan PP yang menjadi kewenangannya.
b. Kewenangan
Wewenangnya adalah menyusun rencana nasional, akreditasi, perjanjian internasional, sistem informasi, hukum, persetujuan badan hukum dan Haki.
6. Kepolisian Republik Indonesia
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) ialah lembaga yang melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindakan yang menggangu keamanan dan ketertiban masyarakat sesuai dengan peraturan yang berlaku.
a. Fungsi Kepolisian
Polri memegang peranan sebagai salah satu fungsi kepemerintahan Negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
b. Tugas Pokok kepolisian
1) Memelihara keamanan dan ketertiban nasional
2) Menegakkan hokum
3) Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat
c. Wewenang Kepolisian
1) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan
2) Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan
3) Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan
4) Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyai serta memeriksa tanda pengenal diri
5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
6) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
7) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara
8) Mengadakan penghentiaan penyidikan
9) Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik untuk diserahkan kepada penuntut umum
10) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab
7. Komisi Pemberantasan Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga yang dibentuk dengan undang-undang no.30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memiliki tugas untuk melakukan penyidikan, penyelidikan dan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi.
a. Tugas KPK
1) Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
2) Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
3) Melakukan penyidikan, penyelidikan, dan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi
4) Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi
5) Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara
b. Wewenang KPK
1) Mengkoordinasikan penyidikan, penyelidikan, dan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi
2) Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi
3) Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait
4) Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
5) Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi
8. Pengadilan Hak Asasi Manusia
Pengadilan Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
a. Kedudukan Pengadilan HAM
Pengadilan HAM berkedudukan di daerah kabupaten atau daerah kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Daerah hukum pengendalian yang dimaksud adalah Daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri Makassar.
b. Tujuan Pengadilan HAM
Tujuan dari Pengadilan Ham ialah untuk menjamin pelaksanaan Hak Asasi Manusia serta member perlindungan, kepastian, keadilan dan perasaan aman kepada perorangan dan masyarakat.
c. Kewenangan Pengadilan HAM
1) Bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat
Pelanggaran HAM berat meliputi:
a) Kejahatan Genosida
Kejahatan genosida sebagaimana dimaksud Pasal 7 huruf A adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok agama, kelompok etnis dengan cara :
• Membunuh anggota kelompok
• Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok
• Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagian
• Memaksakan tindakan-tidakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok
• Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain
b) Kejahatan terhadap kemanusiaan
Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud pasal 7 huruf B adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:
• Pembunuhan
• Pemusnahan
• Perbudakan
• Pengusiran atau pemindahan penduduk secara luas
• Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional
• Penyiksaan
• Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara
• Penganiayaaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional
2) Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan oleh seorang yang berumur di bawah 18 tahun pada saat kejahatan dilakukan
3) Penghilangan orang secara paksa
4) Kejahatan apartheid (Undang-Undang no.26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM)
Contoh Kasus Yang berkaitan Dengan Kewajiban, Wewenang, Tugas dan Fungsi dari MA, MK dan KY
Kamis, 30/07/2009 11:26 WIB
5 Putusan MA yang Bikin Geger Perolehan Kursi Parpol
Shohib Masykur – detikNews
Jakarta - Ada 5 putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyangkut penetapan kursi di DPR dan DPRD. Kelima putusan itu kontan membuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) pontang-panting. Berikut ini penjelasan untuk masing-masing putusan.
Pertama
Putusan pertama bernomor 12P/HUM/2009 yang mengadili uji materiil yang diajukan caleg PDIP Hasto Kristiyanto dan kawan-kawan pada tanggal 13 Mei dan diputus 2 Juni. Dalam permohonannya, Hasto meminta agar pasal 23 ayat (1) angka 3 huruf a Peraturan KPU Nomor 15/2009 tentang tata cara penetapan kursi dan caleg terpilih.
Pasal tersebut intinya mengatur parpol yang telah mendapatkan kursi di penghitungan tahap pertama di DPR hanya bisa menyertakan sisa suaranya di penghitungan tahap kedua. Hasto meminta MA membatalkan aturan tersebut. Sebab menurut dia, parpol yang telah mendapatkan suara di tahap pertama bisa mengikuti penghitungan tahap kedua dengan menyertakan suara aslinya, bukan sisa suara.
Hasto mendasarkan pendapatnya ini pada pasal 205 ayat (4) UU Pemilu yang tidak menyebut sama sekali sisa suara. Yang disebut di pasal itu adalah suara, bukan sisa suara. Jadi, menurut Hasto, meskipun suara parpol telah dikonversi menjadi kursi di tahap pertama, namun masih bisa diikutkan dalam penghitungan di tahap kedua.
Malang bagi Hasto, permohonannya ini ditolak MA. Dalam pertimbangannya, MA menyebut bahwa pasal yang diujikan Hasto tidak bertentangan dengan UU Pemilu karena pasal itu dimaksudkan untuk melengkapi hal-hal yang tidak diatur secara rinci dalam UU tersebut. Putusan yang keluar tanggal 18 Juni itu diputus oleh Ketua MA selaku Ketua Majelis dan Imam Soebechi dan Marina Sidabutar sebagai anggota.
Kedua
Putusan kedua bernomor 13P/HUM/2009 yang mengadili uji materiil yang diajukan DPD Golkar Sulawesi Selatan. Dalam permohonannya, Golkar Sulsel mempermasalahkan mekanisme penghitungan kursi DPRD provinsi tahap kedua yang diatur dalam pasal 37 huruf b dan pasal 38 ayat (2) huruf b Peraturan KPU Nomor 15/2009.
Yang dipersoalkan Golkar Sulsel selaku pemohon adalah pengkategorian suara parpol yang tidak mendapatkan kursi di tahap pertama sebagai sisa suara. Menurut pemohon, sisa suara hanya dimiliki parpol yang telah mendapatkan kursi di tahap pertama. Adapun suara parpol yang tidak mendapatkan kursi di tahap pertama tidak bisa disebut sebagai sisa suara.
Konsekuensinya, parpol yang tidak mendapatkan kursi di tahap pertama itu tidak bisa diikutkan dalam penghitungan tahap kedua. Sebab aturan dalam pasal 211 ayat (3) UU Nomor 10/2008 tentang Pemilu mengatakan, dalam hal masih terdapat sisa kursi setelah dialokasikan berdasarkan BPP, maka perolehan kursi parpol dilakukan dengan cara membagikan sisa kursi berdasarkan sisa suara terbanyak
satu per satu sampai habis.
MA mengabulkan seluruhnya permohonan dari DPD Golkar Sulsel. MA meminta KPU membatalkan dan mencabut pasal 37 huruf b dan pasal 38 ayat (2) huruf b karena dinilai bertentangan dengan UU Pemilu. Putusan yang juga keluar tanggal 18 Juni itu diputus oleh hakim yang sama, yakni Ketua MA selaku Ketua Majelis dan Imam Soebechi dan Marina Sidabutar sebagai anggota.
Ketiga
Putusan ketiga bernomor 15P/HUM/2009 yang mengadili uji materiil yang diajukan caleg Partai Demokrat Zainal Ma'arif dan kawan-kawan. Materi permohonannya sama dengan Hasto Kristiyanto, namun Zainal mengajukannya secara lebih lengkap. Yang dia ujikan adalah Peraturan KPU Nomor 15/2009 pasal 22 huruf c dan 23 ayat (1) dan (3).
Permohonan uji materiil Zainal ini diterima oleh majelis hakim yang personelnya sama dengan yang mengadili permohonan Hasto. Permohonan yang diajukan 27 Mei ini diputus tanggal 18 Juni, namun baru dikeluarkan untuk publik tanggal 22 Juli.
Keempat
Putusan keempat bernomor 16P/HUM/2009 yang mengadili uji materiil yang diajukan caleg DPRD Kabupaten Malang M Rusdi. Materinya mirip dengan yang diajukan DPD Golkar Sulsel, hanya saja ini untuk tingkat kabupaten/kota.
Permohonan Rusdi juga dikabulkan oleh majelis hakim yang sama. Permohonan yang diajukan 2 Juni itu diputus 18 Juni.
Kelima
Putusan kelima bernomor 18P/HUM/2009 yang diajukan oleh Dedy Djamaluddin Malik tanggal 11 Juni. Dedy mempersoalkan Peraturan KPU Nomor 15/2009 pasal 25 yang mengatur pengalokasian kursi di penghitungan tahap ketiga.
Dalam Peraturan KPU, penghitungan tahap ketiga dilakukan dengan cara menarik sisa suara dari dapil yang masih memiliki sisa kursi ke provinsi untuk dicari BPP baru. Partai yang mendapatkan suara di atas BPP akan mendapatkan kursi.
Belakangan setelah keluar putusan Mahkamah Konstitusi (MK), sisa suara yang ditarik ke provinsi adalah sisa suara dari semua dapil, tak peduli dapil itu masih memiliki sisa kursi atau tidak. MK memang tidak mengubah peraturan yang telah dibuat KPU, namun MK hanya meluruskan pemahaman KPU atas peraturan yang dibuatnya sendiri.
Setelah kursi diperoleh, persoalan berikutnya adalah parpol yang berhak kursi itu akan diberi kursi dari dapil yang mana, mengingat kursi yang ada di provinsi berasal dari banyak dapil. Aturan ini diatur dalam pasal 25 Peraturan KPU itu.
Dalam pasal itu dikatakan, dasar untuk membagi kursi adalah parpol yang berhak atas kursi itu memiliki sisa suara terbanyak di dapil yang bersangkutan bila dibandingkan parpol lainnya, dan pada saat yang sama memiliki sisa suara terbanyak di dapil itu bila dibandingkan dengan dapil lainnya.
Yang dipersoalkan Dedy adalah aturan bahwa parpol itu harus memiliki suara terbanyak di dapil yang bersangkutan bila dibandingkan parpol lainnya. Dalam peraturan itu tidak disebut bahwa parpol lain yang dimaksud adalah parpol yang berhak mendapatkan kursi. Itu artinya, parpol yang berhak mendapatkan kursi harus bersaing dengan parpol lain yang tidak berhak mendapatkan kursi atau tidak
mencapai BPP.
Jika suara parpol yang berhak dapat kursi itu di dapail yang bersangkutan kalah dibanding parpol lain yang tidak berhak dapat kursi, maka parpol yang berhak itu jadi tidak dapat kursi. Aturan ini dinilai bertentangan dengan UU Pemilu pasal 205 ayat (7) yang mengatakan penetapan perolehan kursi di tahap ketiga dilakukan dengan cara memberikan kursi kepada parpol yang mencapai BPP baru di
provinsi yang bersangkutan.
Permohonan Dedy ini dikabulkan oleh MA dengan majelis hakim yang sama. Putusan dibuat tanggal 18 Juni dan keluar 22 Juli.
Kamis, 30/07/2009 03:07 WIB
Penghitungan Tahap 2 Dibatalkan
Partai Diminta Uji Materi ke MK Sebagai Sengketa Kewenangan Antarlembaga
Anwar Khumaini – detikNews
Jakarta - Putusan Mahkamah Agung soal pembatalan penghitungan tahap kedua terus menjadi polemik. Untuk menuntaskannya, di usulkan kasus ini uji materiilkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai sengketa kewenangan antarlembaga negara terhadap kewenangan yang diatur dalam UUD.
"Pengajuan dilakukan oleh fraksi atau partai yang dirugikan secara konstitusional oleh putusan MA. Karena berdasarkan UUD, kekuasaan pembentukan UU adalah DPR, dan Pasal 205 ayat (4) UU 10 th 2008 sudah dituangkan secara benar dan tidak bertentangan dalam pasal 22 huruf c dan pasal 23 ayat (1) dan (3) Peraturan KPU No 15 Tahun 2009," kata anggota Komisi II DPR Ferry Mursyidan Baldan.
Hal tersebut dia sampaikan via pesan singkat yang diterima detikcom, Rabu (29/7/2009) malam.
Substansi pengaturan ini, menurut mantan Ketua Pansus RUU Pemilu ini adalah bagian dari sistem penentuan perolehan kursi dalam Pemilu Legislatif sebagai bentuk politik per-UU-an dan regulasi yang ditetapkan DPR.
"Karenanya, Putusan MA yang mengabulkan permohonan pembatalan pengaturan penetapan perolehan kursi tahap 2 adalah sama dengan membatalkan regulasi penentuan perolehan kursi tahap 2 sebagaimana dimaksud dalam UU 10 tahun 2008 tentang Pemilu," jelas pria berkacamata tersebut.
Dengan mengabulkan judicial review tersebut, MA melenceng dari aturan karena sudah menggunakan kewenangan pengaturan dalam pembentukan UU yang menurut UUD adalah merupakan kewenangan DPR.
"Dengan demikian, maka MK diminta untuk memutus, bahwa putusan MA no 15 th 2009 melampaui batas kewenangan yang diatur dalam konstitusi, dan karenanya dinyatakan batal," tegas Ferry.
Ferry mengharapkan, putusan MK ini nantinya dapat menjadi pengakhiran dan penegasan terhadap mengambangnya muara dari suatu proses politik yang berpotensi dapat merusak tatanan sistem pemilu yang sedang dibangun.
Kamis, 30/07/2009 17:29 WIB
Hanura dan PPP Uji Materi UU Pemilu
Mahfud MD: MK Tidak Bisa Batalkan Putusan MA
Amanda Ferdina – detikNews
Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menegaskan bahwa pihaknya tidak akan menilai putusan Mahkamah Agung (MA). Kedatangan Partai Hanura dan PPP yang meminta judicial review pasal 205 ayat 5 UU Nomor 10/2008 tentang Pemilu bukan untuk menggugat putusan MA.
"Hari ini, ribut-ribut soal putusan MA tentang pemilihan tahap kedua digugat ke MK, tapi gugatan itu bukan untuk membatalkan putusan MA. Karena bukan wewenang MK. MK tidak akan menilai putusan MA," kata Mahfud kepada wartawan di kantornya, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (30/7/2009).
Mahfud mengingatkan bahwa putusan MA secara yuridis bersifat mengikat. Sementara kedatangan pihak yang menggugat semata-mata untuk mengajukan uji materi pasal 205 ayat 4 UU Pemilu yang dinilai telah menimbulkan kerancuan penafsiran.
"Ada 4 vonis di MA, tiganya beda-beda dan katanya bertentangan. Lalu masih ada putusan KPU, terus MK. Menurut asas hukum kalau ada 5 tafsir itu melanggar asas Lesekta atau kejelasan isi dan melanggar asas Lekskripta atau kepastian kalimat. Lalu melanggar pasal 28 D," terang Mahfud.
Pasal 28 D berisikan perintah bahwa setiap UU itu harus memberikan kepastian hukum."MK belum mensikapi substansinya karena masih harus memeriksa. Ini akan langsung disidangkan hari Senin dan masalah sudah jelas maka kita akan langsung pembuktian, jam 2 siang," paparnya.
Menurut Mahfud, jika permohonan dari Partai Hanura dan PPP dikabulkan, maka putusan MA tidak berlaku lagi. Sebaliknya, jika ditolak, maka putusan MA harus dilaksanakan "Ini harus cepat karna DPRD 5 Agustus besok harus dilantik. Maka Senin kita akan undang semua pihak, KPU, pemerintah, DPR dan pemohon," paparnya.
Senin, 27 Juli 2009 | 16:31 WIB
Komisi Yudisial Akan Panggil Hakim Agung
JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Yudisial (KY) berjanji akan segera memanggil Hakim Agung yang mengeluarkan putusan pembatalan penghitungan perolehan kursi tahap II pascaaduan Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merasa dirugikan dengan putusan tersebut.
"Setelah kami pelajari ini, kami akan memanggil hakim. Bila ada kesalahan dalam butir-butir kode etik, KY bisa mengeluarkan sanksi. Bisa berupa pemecatan," ujar Ketua KY Busyro Muqodas dalam keterangan pers di kantor KY, Jakarta, Senin (27/7).
Busyro sendiri mengaku bahwa pihaknya perlu melakukan kajian lebih lanjut terkait aduan dan permohonan ini. Namun, Busyro mengatakan ada pihak yang berpendapat bahwa peraturan KPU yang melandasi aturan penghitungan masuk dalam hierarki perundangan di Indonesia sebagaimana diatur dalam UU No 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
"Ada pendapat bahwa peraturan KPU itu masuk dalam kategori peraturan perundang-undangan yang bisa di-judicial-review-kan oleh MA," tutur Busyro.
Busyro menyadari bahwa putusan ini tentu akan memengaruhi perubahan komposisi atau jumlah hasil dari calon terpilih. Meski demikian, Busyro juga setuju bahwa kebanyakan dari sengketa pemilu yang substansial adalah kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK).
Busyro juga kemudian mengatakan bahwa, apa pun putusan KY terhadap Hakim Agung, tak akan dapat mengubah putusan.
Sebelumnya, PAN dan PPP membawa laporan dugaan pelanggaran perilaku Hakim Agung dalam memutuskan perkara permohonan hak uji materiil yang diajukan caleg Partai Demokrat, Zaenal Maarif, melawan KPU.
Politisi PAN, Patrialis Akbar, datang didampingi Viva Yoga Mauladi (PAN) dan Ahmad Yani (PPP). Pihak Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hanura, dan Gerindra yang sedianya bersama-sama melaporkan akan menyusul. Hal itu diungkapkan Patrialis.
A. Pengertian Lembaga Yudikatif
Lembaga Yudikatif adalah suatu badan yang memiliki sifat teknis yuridis yang berfungsi mengadili penyelewengan pelaksanaan konstitusi dan peraturan perundang-undangan oleh institusi pemerintahan secara luas serta besifat independent dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. Lembaga Yudikatif ini termasuk dalam bidang ilmu hukum dari pada bidang politik kecuali dibeberapa negara dimana Mahkamah Agung memainkan peranan politik berdasarkan konsep “yudicial review” (menguji ulang peraturan perundang undangan yang bertentangan dengan peraturan perundang undangan yang ada di atasnya).
B. Perbandingan Lembaga Yudikatif Pada Negara Demokrasi Dengan Lemabaga Yudikatif Pada Negara Komunis
1. Lemabaga Yudikatif Pada Negara Demokratis
Dalam Negara demokratis, Badan Yudikatif dikenal dengan 2 sistem, yaitu :
a. Sistem Common Law (negara anglo saxon)
Sistem Common Law adalah sistem hukum yang tumbuh di negara Inggris. Sistem ini berpedoman pada prinsip bahwa selain undang undang yang dibuat oleh parlemen juga berpedoman pada peraturan lain yang merupakan common law. Keputusan ini disebut juga dengan case law atau judge made law.
Karakterisitik hukum dalam case law adalah pada umumnya negara tersebut tidak ada kodifikasi hukum dalam kitab undang undang, karena dimana hakim sebagai suara undang undang. Hukum case law cenderung mirip dengan hukum perdata adat tak tertulis.
b. Sistem civil law (hukum perdata umum)
Sistem ini adalah sistem hukum yang berpedoman pada hukum yang sudah ditetapkan. Atau sistem ini menganut paham positivisme perundang-undangan atau legalisme yang berpendapat bahwa “undang undang menjadi sumber hukum satu satunya”. Dalam implementasinya sistem ini para hakim tidak boleh melakukan kodifikasi hukum melainkan harus berpedoman pada hukum yang sudah ada untuk menyelesaikan persoalan persoalan. Keputusan hakim disebut juga jurisprudensi, tetapi dasar keputusannya tetap pasal tertentu dari kitab undang-undang. Dalam kedua sistem secara teoristis hakim berhak member keputusan baru terlepas dari jurisprudensi atau undang undang yang biasa mengikatnya dengan evaluasi atau re-evaluasi jurisprudensi terlebih dahulu atau interpretasi atau re-interpretasi baru kitab undang-undang lama. Tetapi dalam praktek, para hakim tetap berpedoman pada keputusan lama,terutama pada keputusan pengadilan yang lebih tinggi terutama MA. Badan Yudikatif di negara federal pengadilan dapat menyelesaikan kasus antar negara bagian sedangkan di negara kesatuan tidak.
2. Lembaga Yudikatif Pada Negara Komunis
Di negara komunis, peran seluruh lembaga kenegaraan diarahkan untuk kemajuan komunis, karenanya segala aktivitas serta alat kenegaraan termasuk penyelenggaraan hukum dan wewenang badan hukum merupakan prasarana untuk melancarkan perkembangan kearah komunis.
Contoh:
a. Hongaria
UUD nya “Badan Peradilan Hongari, menghukum musuh rakyat pekerja, melindungi dan menjaga negara, ketertiban hukum dan ekonomi dan lembaga demokrasi rakyat serta hak-hak pekerja dan mendidik rakyat pekerja untuk mentaati tata tertib kehidupan masyarakat sosialis”.
b. Uni Soviet (kini Rusia)
Menurut Andrei Y. Vyshhinsk dalam The Law of The Soviet State, “Sistem pengadilan dan kejaksaan merupakan alat yang kuat dari diktatur proletar, dengan mana tercapainya tugas-tugas sejarah dapat terjamin, tata hukum sosialis diperkuat dan pelanggar-pelanggar undang-undang diberantas”.
c. Hak Asasi Manusia
Badan Yudikatif tidak dimaksudkan untuk melindungi kebebasan individu dari tindakan sewenang-wenang pemerintah. Menurut H. Friedmann, dalam bukunya “Legal Theory“, HAM di Uni Soviet hanya dilindungi “sejauh tidak diselenggarakan secara bertentangan dengan tujuan hukum dan ekonomi”.
Pandangan umum yang bisa kita peroleh mengenai Badan yudikatif ialah:
1. Badan Yudikatif dan Yudicial Review
Secara umum Badan Yudikatif memiliki hak menguji yaitu hak menguji apakah peraturan hukum yang lebih rendah dari UU sesuai dengan UU yang bersangkutan. Mahkamah Agung memiliki fungsi Yudicial Review.
Contoh:
Keputusan Mahkamah Agung Amerika Serikat tahun 1803 yaitu tentang “pemisahan antara golongan kulit putih dengan golongan hukum” merupakan diskriminasi dan tidak dibenarkan UU ini dianggap tonggak sejarah bagi perjuangan orang hukum untuk hak hak sipil.
Di India, Mahkamah Agung pada tahun 1969 mengeluarkan keputusan bahwa UU yang diprakasai oleh Indira Gandhi yang menasionalisasikan beberapa bank swasta sebagai “Unconstitusional”.
2. Kebebasan Badan Yudikatif
Badan Yudikatif pada umumnya yang ada bahwa tiap negara hukum masih berpegang pada prinsip “bebas dari campur tangan badan eksekutif”. Tujuannya adalah agar Badan Yudikatif dapat berfungsi dengan baik demi penegakan hukun dan keadilan serta menjamin HAM. Pasal 10 Declarations of Human Rights, memandang kebebasan dan tidak tidak memihaknya badan-badan pengadilan di dalam tiap tiap negara sebagai sesuatu hal yang esensiil. Di beberapa negara jabatan hakim diangkat untuk seumur hidup, contoh: Amerika Serikat dan Indonesia.
3. Kekuasaan Badan yudikatif di Indonesia
Sistem hukum yang belaku di Indonesia, khususnya hukum hukum perdatanya hingga kini masih terdapat dualism, yaitu:
a. Sistem Hukum Adat, suatu tata hukum yang becorak asli Indonesia dan umumnya tidak tertulis.
a. Sistem Hukum Eropa Barat (Belanda) yang dipengaruhi oleh hukum romawi. Asas kebebasan Badan Yudikatif adalah berpedoman pada pasal 24 dan pasal 25 UUD 1945 bahwa “Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka. Artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan dalam UU tentang kedudukan para hakim”. Dalam UU no 19 th 1964, tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman pasal 19 dikatakan bahwa “Demi kepentingan revolusi, kehormatan negara dan bangsa atau kepentingan masyarakat yang mendesak, Presiden dapat turut atau campur tangan dalam soal pengadilan”.
4. Badan Yudikatif pasca era Reformasi di Indonesia
Badan Yudikatid di era reformasi di Indonesia terjadi perubahan. Perubahan ini sejalan dengan adanya amandemen terhadap UUD 1945 bab IX tentang kekuasaan kehakiman pasal 24 ayat 2 menetapkan bahwa Badan Yudikatif yang menjalankan kekuasaan kehakiman adalah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, agama, militer, TUN dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Wewenang Badan Yudikatif menurut UUD 1945 Amandemen, adalah sebagai berikut:
a. Mahkamah Agung : adalah mengadili Kasasi dan menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang (pasal 24A ayat 1).
b. Mahkamah Konstitusi adalah berwenang mengadili tingkat pertama dan terakir yang bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD, sengketa lembaga negara , memutus pembubaran parta politik dan perselisihan tentang hasil pemilu ( pasal 24 C ayat 1 ).
c. Komisi Yudisial adalah berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung, menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim ( pasal 24B ayat 1).
C. Badan-badan Yudikatif di Indonesia
1. Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung (disingkat MA) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara.
Peradilan Mahkamah Agung menganut sistem continental. Dalam sistem tersebut MA merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum dan menjaga agar semua hukum dan undang-undang di seluruh wilayah negara ditetapkan secara tepat dan adil serta memiliki sifat yang netral dari intervensi pemerintah (independent).
a. Kewajiban dan wewenang MA
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MA adalah:
1) Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang
2) Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi
3) Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan rehabilitasi
b. Tugas Pokok dan Fungsi MA
1) Fungsi Peradilan
a) Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar.
b) Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung berwenang memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir:
• semua sengketa tentang kewenangan mengadili
• permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 28, 29,30,33 dan 34 Undang-undang Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985)
• semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku (Pasal 33 dan Pasal 78 Undang-undang Mahkamah Agung No 14 Tahun 1985)
c) Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu wewenang menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah Undang-undang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya) bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985)
2) Fungsi Pengawasan
a) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970)
b) Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan:
• Terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan perbuatan Pejabat Pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan Hakim (Pasal 32 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985)
• Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan (Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985)
3) Fungsi Pengaturan
a) Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan (Pasal 27 Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No.14 Tahun 1985)
b) Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-undang
4) Fungsi Pemberian Nasehat
a) Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya
b) Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk kepada pengadilan disemua lingkunga peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38 Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung)
5) Fungsi Administrasi
a) Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun 1970 secara organisatoris, administrative dan finansial sampai saat ini masih berada dibawah Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah kekuasaan Mahkamah Agung
b) Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman)
6) Fungsi Lainnya
Selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 serta Pasal 38 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung dapat diserahi tugas dan kewenangan lain berdasarkan Undang-undang
2. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Mahkamah Konstitusi (disingkat MK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (Pasal 1 UU No.24 tahun 2004).
a. Sejarah Berdirinya MK
Sejarah berdirinya lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) diawali dengan diadopsinya ide MK dalam amandemen konstitusi yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR ) pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan pasal 24 ayat (2) pasal 24C dan pasal 7B UUD 1945 hasil perubahan ketiga yang disahkan pada 9 November 2001. Ide pembentukan MK merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul di abad ke-20. Setelah disahkannya Perubahan ketiga UUD 1945 maka dalam rangka menunggu pembentukan MK, MPR menetapkan Mahkamah Agung (MA) menjalankan fungsi MK untuk sementara sebagaimana diatur dalam pasal III aturan Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan Keempat.
DPR dan Pemerintah kemudian membuat Rancangan Undang-Undang mengenai Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan Pemerintah menyetujui secara bersama UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden.
Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden melalui keputusan Presiden Nomor 147/M Tahun 2003, hakim konstitusi untuk pertama kalinya yang dilanjutkan dengan pengucapan sumpah jabatan para hakim konstitusi di Istana Negara pada tanggal 16 Agustus 2003.
Lembaran perjalanan MK selanjutnya adalah pelimpahan perkara dari MA ke MK, pada tanggal 15 Oktober 2003 yang menandai mulai beroperasinya kegiatan MK sebagai salah satu cabang kekuasaan kehakiman menurut ketentuan UUD 1945.
b. Visi dan Misi MK
1) Visi
Tegaknya konstitusi dalam rangka mewujudkan cita-cita Negara hokum dan demokrasi demi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang bermartabat.
2) Misi
a) Mewujudkan Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman yang terpercaya
b) Membangun konstitusionalitas Indonesia dan budaya sadar berkonstitusi
c. Kewajiban dan Wewenang MK
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MK adalah:
1) Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum
2) Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945
d. Tugas Pokok MK
1) Menguji undang-undang terhadap UUD
2) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar
3) Memutus pembubaran partai politik
4) Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum
5) Memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wapres telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden
3. Komisi Yudisial Republik Indonesia
Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU no 22 tahun 2004 yang berfungsi mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama calon hakim agung.
a. Visi dan Misi KY
1) Visi
Terwujudnya penyelenggara kekuasaan kehakiman yang jujur, bersih, transparan, dan professional
2) Misi
a) Menyiapkan calon hakim agung yang berakhlak mulia, jujur, berani dan kompeten
b) Mendorong pengembangan sumber daya hakim menjadi insan yang mengabdi dan menegakkan hukum dan keadilan
c) Melaksanakan pengawasan penyelenggara kekuasaan kehakiman yang efektif, terbuka dan dapat dipercaya
b. Tujuan KY
1) Agar dapat melakukan monitoring secara intensif terhadap penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat
2) Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kekuasaan kehakiman baik yang menyangkut rekruitmen hakim agung maupun monitoring perilaku hakim
3) Menjaga kualitas dan konsistensi putusan lembaga peradilan, karena senantiasa diawasi secara intensif oleh lembaga yang benar-benar independen
4) Menjadi penghubung antara kekuasaan pemerintah dan kekuasaan kehakiman untuk menjamin kemandirian kekuasaan kehakiman
c. Wewenang KY
Komisi Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim
d. Tugas Pokok KY
1) Mengusulkan Pengangkatan Hakim Agung
a) Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung
b) Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung
c) Menetapkan calon Hakim Agung
d) Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR
2) Menjaga dan Menegakkan Kehormatan, Keluhuran Martabat Serta Perilaku Hakim
a) Menerima laporan pengaduan masyarakat tentang perilaku hakim
b) Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim
c) Membuat laporan hasil pemeriksaan berupa rekomendasi yang disampaikan kepada Mahkamah Agung dan tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR
4. Kejaksaan Agung Republik Indonesia
Kejaksaan Agung (KA) adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan Negara di bidang penyidikan dan penuntutan yang menurut undang-undang dan bebas dari pengaruh kekusaan manapun.
a. Tugas dan Wewenang KA
Tugas dan wwenang kejaksaan secara umum adalah melakukan penyidikan dan penuntutan perkara pidana, perdata dan TUN serta menciptakan ketertiban dan ketentraman umum. Sedangkan tugas dan wewenang Jaksa Agung sendiri adalah menetapkan policy, koordinasi, mengesampingkan perkara demi umum, mengajukan kasasi, pertimbangan kepada MA, Presiden tentang grasi pidana mati dan cekal pada WNI tertentu.
5. Departemen Kehakiman dan HAM
Departemen Kehakiman dan HAM adalah lembaga yang memiliki kekuasaan kehakiman dan HAM yang merupakan lembaga kekuasaaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
a. Tugas Pokok dan Fungsi
Tugas pokok Departemen Kehakiman dan HAM adalah menyelengarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang kehakiman dan HAM. Sedangkan fungsi pokoknya adalah melaksanakan urusan Hukum dan HAM, administrasi, diklat serta penyusunan RUU dan PP yang menjadi kewenangannya.
b. Kewenangan
Wewenangnya adalah menyusun rencana nasional, akreditasi, perjanjian internasional, sistem informasi, hukum, persetujuan badan hukum dan Haki.
6. Kepolisian Republik Indonesia
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) ialah lembaga yang melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindakan yang menggangu keamanan dan ketertiban masyarakat sesuai dengan peraturan yang berlaku.
a. Fungsi Kepolisian
Polri memegang peranan sebagai salah satu fungsi kepemerintahan Negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
b. Tugas Pokok kepolisian
1) Memelihara keamanan dan ketertiban nasional
2) Menegakkan hokum
3) Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat
c. Wewenang Kepolisian
1) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan
2) Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan
3) Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan
4) Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyai serta memeriksa tanda pengenal diri
5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
6) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
7) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara
8) Mengadakan penghentiaan penyidikan
9) Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik untuk diserahkan kepada penuntut umum
10) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab
7. Komisi Pemberantasan Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga yang dibentuk dengan undang-undang no.30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memiliki tugas untuk melakukan penyidikan, penyelidikan dan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi.
a. Tugas KPK
1) Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
2) Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
3) Melakukan penyidikan, penyelidikan, dan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi
4) Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi
5) Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara
b. Wewenang KPK
1) Mengkoordinasikan penyidikan, penyelidikan, dan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi
2) Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi
3) Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait
4) Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
5) Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi
8. Pengadilan Hak Asasi Manusia
Pengadilan Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
a. Kedudukan Pengadilan HAM
Pengadilan HAM berkedudukan di daerah kabupaten atau daerah kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Daerah hukum pengendalian yang dimaksud adalah Daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri Makassar.
b. Tujuan Pengadilan HAM
Tujuan dari Pengadilan Ham ialah untuk menjamin pelaksanaan Hak Asasi Manusia serta member perlindungan, kepastian, keadilan dan perasaan aman kepada perorangan dan masyarakat.
c. Kewenangan Pengadilan HAM
1) Bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat
Pelanggaran HAM berat meliputi:
a) Kejahatan Genosida
Kejahatan genosida sebagaimana dimaksud Pasal 7 huruf A adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok agama, kelompok etnis dengan cara :
• Membunuh anggota kelompok
• Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok
• Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagian
• Memaksakan tindakan-tidakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok
• Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain
b) Kejahatan terhadap kemanusiaan
Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud pasal 7 huruf B adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:
• Pembunuhan
• Pemusnahan
• Perbudakan
• Pengusiran atau pemindahan penduduk secara luas
• Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional
• Penyiksaan
• Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara
• Penganiayaaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional
2) Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan oleh seorang yang berumur di bawah 18 tahun pada saat kejahatan dilakukan
3) Penghilangan orang secara paksa
4) Kejahatan apartheid (Undang-Undang no.26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM)
Contoh Kasus Yang berkaitan Dengan Kewajiban, Wewenang, Tugas dan Fungsi dari MA, MK dan KY
Kamis, 30/07/2009 11:26 WIB
5 Putusan MA yang Bikin Geger Perolehan Kursi Parpol
Shohib Masykur – detikNews
Jakarta - Ada 5 putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyangkut penetapan kursi di DPR dan DPRD. Kelima putusan itu kontan membuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) pontang-panting. Berikut ini penjelasan untuk masing-masing putusan.
Pertama
Putusan pertama bernomor 12P/HUM/2009 yang mengadili uji materiil yang diajukan caleg PDIP Hasto Kristiyanto dan kawan-kawan pada tanggal 13 Mei dan diputus 2 Juni. Dalam permohonannya, Hasto meminta agar pasal 23 ayat (1) angka 3 huruf a Peraturan KPU Nomor 15/2009 tentang tata cara penetapan kursi dan caleg terpilih.
Pasal tersebut intinya mengatur parpol yang telah mendapatkan kursi di penghitungan tahap pertama di DPR hanya bisa menyertakan sisa suaranya di penghitungan tahap kedua. Hasto meminta MA membatalkan aturan tersebut. Sebab menurut dia, parpol yang telah mendapatkan suara di tahap pertama bisa mengikuti penghitungan tahap kedua dengan menyertakan suara aslinya, bukan sisa suara.
Hasto mendasarkan pendapatnya ini pada pasal 205 ayat (4) UU Pemilu yang tidak menyebut sama sekali sisa suara. Yang disebut di pasal itu adalah suara, bukan sisa suara. Jadi, menurut Hasto, meskipun suara parpol telah dikonversi menjadi kursi di tahap pertama, namun masih bisa diikutkan dalam penghitungan di tahap kedua.
Malang bagi Hasto, permohonannya ini ditolak MA. Dalam pertimbangannya, MA menyebut bahwa pasal yang diujikan Hasto tidak bertentangan dengan UU Pemilu karena pasal itu dimaksudkan untuk melengkapi hal-hal yang tidak diatur secara rinci dalam UU tersebut. Putusan yang keluar tanggal 18 Juni itu diputus oleh Ketua MA selaku Ketua Majelis dan Imam Soebechi dan Marina Sidabutar sebagai anggota.
Kedua
Putusan kedua bernomor 13P/HUM/2009 yang mengadili uji materiil yang diajukan DPD Golkar Sulawesi Selatan. Dalam permohonannya, Golkar Sulsel mempermasalahkan mekanisme penghitungan kursi DPRD provinsi tahap kedua yang diatur dalam pasal 37 huruf b dan pasal 38 ayat (2) huruf b Peraturan KPU Nomor 15/2009.
Yang dipersoalkan Golkar Sulsel selaku pemohon adalah pengkategorian suara parpol yang tidak mendapatkan kursi di tahap pertama sebagai sisa suara. Menurut pemohon, sisa suara hanya dimiliki parpol yang telah mendapatkan kursi di tahap pertama. Adapun suara parpol yang tidak mendapatkan kursi di tahap pertama tidak bisa disebut sebagai sisa suara.
Konsekuensinya, parpol yang tidak mendapatkan kursi di tahap pertama itu tidak bisa diikutkan dalam penghitungan tahap kedua. Sebab aturan dalam pasal 211 ayat (3) UU Nomor 10/2008 tentang Pemilu mengatakan, dalam hal masih terdapat sisa kursi setelah dialokasikan berdasarkan BPP, maka perolehan kursi parpol dilakukan dengan cara membagikan sisa kursi berdasarkan sisa suara terbanyak
satu per satu sampai habis.
MA mengabulkan seluruhnya permohonan dari DPD Golkar Sulsel. MA meminta KPU membatalkan dan mencabut pasal 37 huruf b dan pasal 38 ayat (2) huruf b karena dinilai bertentangan dengan UU Pemilu. Putusan yang juga keluar tanggal 18 Juni itu diputus oleh hakim yang sama, yakni Ketua MA selaku Ketua Majelis dan Imam Soebechi dan Marina Sidabutar sebagai anggota.
Ketiga
Putusan ketiga bernomor 15P/HUM/2009 yang mengadili uji materiil yang diajukan caleg Partai Demokrat Zainal Ma'arif dan kawan-kawan. Materi permohonannya sama dengan Hasto Kristiyanto, namun Zainal mengajukannya secara lebih lengkap. Yang dia ujikan adalah Peraturan KPU Nomor 15/2009 pasal 22 huruf c dan 23 ayat (1) dan (3).
Permohonan uji materiil Zainal ini diterima oleh majelis hakim yang personelnya sama dengan yang mengadili permohonan Hasto. Permohonan yang diajukan 27 Mei ini diputus tanggal 18 Juni, namun baru dikeluarkan untuk publik tanggal 22 Juli.
Keempat
Putusan keempat bernomor 16P/HUM/2009 yang mengadili uji materiil yang diajukan caleg DPRD Kabupaten Malang M Rusdi. Materinya mirip dengan yang diajukan DPD Golkar Sulsel, hanya saja ini untuk tingkat kabupaten/kota.
Permohonan Rusdi juga dikabulkan oleh majelis hakim yang sama. Permohonan yang diajukan 2 Juni itu diputus 18 Juni.
Kelima
Putusan kelima bernomor 18P/HUM/2009 yang diajukan oleh Dedy Djamaluddin Malik tanggal 11 Juni. Dedy mempersoalkan Peraturan KPU Nomor 15/2009 pasal 25 yang mengatur pengalokasian kursi di penghitungan tahap ketiga.
Dalam Peraturan KPU, penghitungan tahap ketiga dilakukan dengan cara menarik sisa suara dari dapil yang masih memiliki sisa kursi ke provinsi untuk dicari BPP baru. Partai yang mendapatkan suara di atas BPP akan mendapatkan kursi.
Belakangan setelah keluar putusan Mahkamah Konstitusi (MK), sisa suara yang ditarik ke provinsi adalah sisa suara dari semua dapil, tak peduli dapil itu masih memiliki sisa kursi atau tidak. MK memang tidak mengubah peraturan yang telah dibuat KPU, namun MK hanya meluruskan pemahaman KPU atas peraturan yang dibuatnya sendiri.
Setelah kursi diperoleh, persoalan berikutnya adalah parpol yang berhak kursi itu akan diberi kursi dari dapil yang mana, mengingat kursi yang ada di provinsi berasal dari banyak dapil. Aturan ini diatur dalam pasal 25 Peraturan KPU itu.
Dalam pasal itu dikatakan, dasar untuk membagi kursi adalah parpol yang berhak atas kursi itu memiliki sisa suara terbanyak di dapil yang bersangkutan bila dibandingkan parpol lainnya, dan pada saat yang sama memiliki sisa suara terbanyak di dapil itu bila dibandingkan dengan dapil lainnya.
Yang dipersoalkan Dedy adalah aturan bahwa parpol itu harus memiliki suara terbanyak di dapil yang bersangkutan bila dibandingkan parpol lainnya. Dalam peraturan itu tidak disebut bahwa parpol lain yang dimaksud adalah parpol yang berhak mendapatkan kursi. Itu artinya, parpol yang berhak mendapatkan kursi harus bersaing dengan parpol lain yang tidak berhak mendapatkan kursi atau tidak
mencapai BPP.
Jika suara parpol yang berhak dapat kursi itu di dapail yang bersangkutan kalah dibanding parpol lain yang tidak berhak dapat kursi, maka parpol yang berhak itu jadi tidak dapat kursi. Aturan ini dinilai bertentangan dengan UU Pemilu pasal 205 ayat (7) yang mengatakan penetapan perolehan kursi di tahap ketiga dilakukan dengan cara memberikan kursi kepada parpol yang mencapai BPP baru di
provinsi yang bersangkutan.
Permohonan Dedy ini dikabulkan oleh MA dengan majelis hakim yang sama. Putusan dibuat tanggal 18 Juni dan keluar 22 Juli.
Kamis, 30/07/2009 03:07 WIB
Penghitungan Tahap 2 Dibatalkan
Partai Diminta Uji Materi ke MK Sebagai Sengketa Kewenangan Antarlembaga
Anwar Khumaini – detikNews
Jakarta - Putusan Mahkamah Agung soal pembatalan penghitungan tahap kedua terus menjadi polemik. Untuk menuntaskannya, di usulkan kasus ini uji materiilkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai sengketa kewenangan antarlembaga negara terhadap kewenangan yang diatur dalam UUD.
"Pengajuan dilakukan oleh fraksi atau partai yang dirugikan secara konstitusional oleh putusan MA. Karena berdasarkan UUD, kekuasaan pembentukan UU adalah DPR, dan Pasal 205 ayat (4) UU 10 th 2008 sudah dituangkan secara benar dan tidak bertentangan dalam pasal 22 huruf c dan pasal 23 ayat (1) dan (3) Peraturan KPU No 15 Tahun 2009," kata anggota Komisi II DPR Ferry Mursyidan Baldan.
Hal tersebut dia sampaikan via pesan singkat yang diterima detikcom, Rabu (29/7/2009) malam.
Substansi pengaturan ini, menurut mantan Ketua Pansus RUU Pemilu ini adalah bagian dari sistem penentuan perolehan kursi dalam Pemilu Legislatif sebagai bentuk politik per-UU-an dan regulasi yang ditetapkan DPR.
"Karenanya, Putusan MA yang mengabulkan permohonan pembatalan pengaturan penetapan perolehan kursi tahap 2 adalah sama dengan membatalkan regulasi penentuan perolehan kursi tahap 2 sebagaimana dimaksud dalam UU 10 tahun 2008 tentang Pemilu," jelas pria berkacamata tersebut.
Dengan mengabulkan judicial review tersebut, MA melenceng dari aturan karena sudah menggunakan kewenangan pengaturan dalam pembentukan UU yang menurut UUD adalah merupakan kewenangan DPR.
"Dengan demikian, maka MK diminta untuk memutus, bahwa putusan MA no 15 th 2009 melampaui batas kewenangan yang diatur dalam konstitusi, dan karenanya dinyatakan batal," tegas Ferry.
Ferry mengharapkan, putusan MK ini nantinya dapat menjadi pengakhiran dan penegasan terhadap mengambangnya muara dari suatu proses politik yang berpotensi dapat merusak tatanan sistem pemilu yang sedang dibangun.
Kamis, 30/07/2009 17:29 WIB
Hanura dan PPP Uji Materi UU Pemilu
Mahfud MD: MK Tidak Bisa Batalkan Putusan MA
Amanda Ferdina – detikNews
Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menegaskan bahwa pihaknya tidak akan menilai putusan Mahkamah Agung (MA). Kedatangan Partai Hanura dan PPP yang meminta judicial review pasal 205 ayat 5 UU Nomor 10/2008 tentang Pemilu bukan untuk menggugat putusan MA.
"Hari ini, ribut-ribut soal putusan MA tentang pemilihan tahap kedua digugat ke MK, tapi gugatan itu bukan untuk membatalkan putusan MA. Karena bukan wewenang MK. MK tidak akan menilai putusan MA," kata Mahfud kepada wartawan di kantornya, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (30/7/2009).
Mahfud mengingatkan bahwa putusan MA secara yuridis bersifat mengikat. Sementara kedatangan pihak yang menggugat semata-mata untuk mengajukan uji materi pasal 205 ayat 4 UU Pemilu yang dinilai telah menimbulkan kerancuan penafsiran.
"Ada 4 vonis di MA, tiganya beda-beda dan katanya bertentangan. Lalu masih ada putusan KPU, terus MK. Menurut asas hukum kalau ada 5 tafsir itu melanggar asas Lesekta atau kejelasan isi dan melanggar asas Lekskripta atau kepastian kalimat. Lalu melanggar pasal 28 D," terang Mahfud.
Pasal 28 D berisikan perintah bahwa setiap UU itu harus memberikan kepastian hukum."MK belum mensikapi substansinya karena masih harus memeriksa. Ini akan langsung disidangkan hari Senin dan masalah sudah jelas maka kita akan langsung pembuktian, jam 2 siang," paparnya.
Menurut Mahfud, jika permohonan dari Partai Hanura dan PPP dikabulkan, maka putusan MA tidak berlaku lagi. Sebaliknya, jika ditolak, maka putusan MA harus dilaksanakan "Ini harus cepat karna DPRD 5 Agustus besok harus dilantik. Maka Senin kita akan undang semua pihak, KPU, pemerintah, DPR dan pemohon," paparnya.
Senin, 27 Juli 2009 | 16:31 WIB
Komisi Yudisial Akan Panggil Hakim Agung
JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Yudisial (KY) berjanji akan segera memanggil Hakim Agung yang mengeluarkan putusan pembatalan penghitungan perolehan kursi tahap II pascaaduan Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merasa dirugikan dengan putusan tersebut.
"Setelah kami pelajari ini, kami akan memanggil hakim. Bila ada kesalahan dalam butir-butir kode etik, KY bisa mengeluarkan sanksi. Bisa berupa pemecatan," ujar Ketua KY Busyro Muqodas dalam keterangan pers di kantor KY, Jakarta, Senin (27/7).
Busyro sendiri mengaku bahwa pihaknya perlu melakukan kajian lebih lanjut terkait aduan dan permohonan ini. Namun, Busyro mengatakan ada pihak yang berpendapat bahwa peraturan KPU yang melandasi aturan penghitungan masuk dalam hierarki perundangan di Indonesia sebagaimana diatur dalam UU No 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
"Ada pendapat bahwa peraturan KPU itu masuk dalam kategori peraturan perundang-undangan yang bisa di-judicial-review-kan oleh MA," tutur Busyro.
Busyro menyadari bahwa putusan ini tentu akan memengaruhi perubahan komposisi atau jumlah hasil dari calon terpilih. Meski demikian, Busyro juga setuju bahwa kebanyakan dari sengketa pemilu yang substansial adalah kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK).
Busyro juga kemudian mengatakan bahwa, apa pun putusan KY terhadap Hakim Agung, tak akan dapat mengubah putusan.
Sebelumnya, PAN dan PPP membawa laporan dugaan pelanggaran perilaku Hakim Agung dalam memutuskan perkara permohonan hak uji materiil yang diajukan caleg Partai Demokrat, Zaenal Maarif, melawan KPU.
Politisi PAN, Patrialis Akbar, datang didampingi Viva Yoga Mauladi (PAN) dan Ahmad Yani (PPP). Pihak Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hanura, dan Gerindra yang sedianya bersama-sama melaporkan akan menyusul. Hal itu diungkapkan Patrialis.
Sabtu, September 26, 2009
Satellite Radio

Selama ini radio sudah umum dikenal orang, bahkan bagi beberapa orang radio telah menjadi bagian dari kehidupan mereka yang tidak terlepaskan. Radio, sebagaimana didefinisikan secara umum, adalah teknologi yang membolehkan pengiriman sinyal oleh modulasi gelombang elektromagnetik. Gelombang ini merambat melalui udara dan tidak memerlukan medium untuk menghantarkannya. Dasar teori dari perambatan gelombang elektromagnetik pertama kali dijelaskan pada 1873 oleh James Clerk Maxwell dalam paper-nya di Royal Society mengenai teori dinamika medan elektromagnetik. Pada 1878 David E. Hughes adalah orang pertama yang mengirimkan dan menerima gelombang radio ketika dia mendapatkan gangguan ke telepon buatannya. Orang yang pertama kali membuktikan teori Maxwell melalui eksperimen adalah Heinrich Rudolf Hertz , antara tahun1886 dan 1888.
Radio sempat sarana komunikasi yang cepat, murah, personal dan interaktif. Radio juga dikenal sebagai sarana untuk mendapatkan informasi dan hiburan. Hampir seluruh masyarakat memiliki stasiun radio favoritnya sendiri. Keterbatasan radio adalah radio hanya memiliki jangkauan pancaran siaran yang pendek. Dalam era global seperti sekarang ini, hal itu menjadi kontradiktif. Sungguhlah disayangkan jika kita tidak dapat mendengarkan stasiun radio kesayangan kita apabila kita berada jauh di luar kota atau bahkan di luar negeri. Meski gaya hidup global, selera lokal tidak dapat dihilangkan begitu saja. Memang, ada gelombang pendek yang bisa memperluas cakupan gelombang yang dipancarkan. Akan tetapi, kualitas suaranya tidak dapat dijamin. Perkembangan teknologi radio dimulai dari radio AM yang kemudian berganti menjadi radio FM, yang menghasilkan kualitas audio lebih baik dari radio AM. Setelah 20 tahun berlalu, atau setelah 40 tahun digunakannya FM di dunia, tidak tampak lagi perubahan mendasar pada teknologi broadcast.
Kendati demikian radio FM memiliki kelemahan mendasar, yaitu daya jangkauan siaran yang pendek. Radio tersebut umumnya hanya dapat dinikmati secara lokal saja, tergantung jangkauan pemancar. Terlebih lagi, saat ini, sangat sulit mencari celah gelombang FM yang tersisa bagi radio baru.
Karena beberapa masalah tersebut, tentu saja ada upaya untuk menanggulanginya. Untuk memperluas cakupan siaran radio tersebut mereka harus membuat setinggi mungkin menara antena pemancar radio. Upaya ini mempunyai keuntungan, yaitu menara tersebut bisa dijadikan landmark bagi daerah tersebut. Tetapi untuk mendirikan menara setinggi itu memiliki kendala. Selain mahal, juga tidak bisa dibuat setinggi mungkin (ratusan meter) karena hal tersebut memerlukan kabel penghubung antara antena dengan pemancar yang lebih panjang sehingga dapat mengurangi daya transmisi. Menara pemancar radio juga tidak mungkin ditempatkan di daerah dataran tinggi, gunung misalnya. Tetap saja daya pancarnya masih terbatas.
Akhirnya terdapat media baru yang memiliki cakupan ke seluruh permukaan bumi. Media tersebut adalah internet. Untuk mendengarkan radio melalui internet mempunya beberapa syarat. Kita harus memiliki jaringan telepon dan piranti lunak (software) untuk menjalankan content audio, seperti Real Player. Beberapa stasiun radio beramai-ramai membuka situs dan bahkan melakukan siaran langsung.
Di Indonesia radio yang siaran langsung melalui internet adalah HardRock 87.6 FM Jakarta, Sonora 100.9 FM Jakarta, Prambors Rasisionia 102.3 FM Jakarta, Ardan 105.8 FM Bandung, OZ 103 FM Bandung, Mercury 96 FM Surabaya, Salvatore 97.75 FM Surabaya, SFM 104.75 FM Surabaya, RCTFM 100.9 FM Semarang dan lain-lain.
Mendengarkan radio melalui internet juga memiliki masalah yaitu kualitas suara yang tidak dapat konstan, karena tergantung oleh saluran telepon yang digunakan. Alternatif terakhir untuk saat ini adalah menggunakan satelit yang kedudukannya bisa diatur hingga memiliki peta cakupan yang paling ideal berdasarkan koordinat penempatan yang diberikan. Hampir sebagian bola dunia bisa dicakup, paling tidak mencakup daerah yang sangat luas dibandingkan gedung maupun gunung tertinggi sekalipun. Boleh dikata, di mana pun berada, baik di tengah-tengah samudera, di kegelapan hutan belantara, di puncak gunung yang terpencil hampir tidak ada masalah lagi. Memang masih ada kendala, yakni radio penerimanya (receiver) harus cukup sensitif. Selain itu biaya infrastrukturnya juga sangat mahal. Akan tetapi kualitas suara tidak diragukan lagi. Pionir untuk radio satelit ini dapat disebut WorldSpace (www.worldspace.com). Siaran radio satelit ini bertumpu pada teknologi digital dan satelit berkekuatan besar.
Sejarah Perkembangan Radio Satelit
Sejak ditemukannya teknologi internet yang memiliki informasi dan komunikasi tidak berbatas di seluruh dunia, berkembang pulalah teknologi radio yang memiliki jangkauan luas. Dengan memanfaatkan teknologi internet, pada tahun 1992 di Amerika Serikat, FCC (Federal Communications Commission) yang merupakan badan pengatur telekomunikasi di AS mengalokasikan sebuah spektrum di band frekuensi "S" (sekitar 2,3 GHz) untuk siaran radio nasional berbasis satelit dengan menggunakan audio digital (digital audio radio service/DARS). Hanya ada empat perusahaan yang mengajukan diri untuk mendapat izin siaran. Tahun 1997, FCC memberi izin kepada: CD Radio (yang berganti nama menjadi Sirius Satellite Radio) dan American Mobile Radio (yang berganti nama menjadi XM Satellite Radio). Masing-masing membayar lebih dari 80 juta dollar AS untuk menggunakan band atau pita frekuensi yang tersedia. Ternyata, hanya XM Radio-lah yang dapat melanjutkan bisnisnya dan mulai siaran secara nasional pada 25 September 2001. Sementara Sirius belum mampu menindaklanjuti, dengan gencar XM Radio menawarkan aneka program dan penerimaan audio berkualitas tinggi bagi penggemar home audio dan car audio. Dari pusat siaran (broadcast centre) di Washington DC yang mempunyai 82 studio digital, XM Radio memancarkan 101 saluran yang berisi program acara: musik, berita, wawancara atau talk show, olahraga, komedi, dan acara anak-anak. Ke-101 saluran itu dipancarkan bersama-sama ke satelit. Para pelanggan dapat menerima langsung dari satelit atau melalui stasiun pengulang (repeater) yang ada.
Karena menggunakan satelit, cakupan area yang dihasilkannya menjadi lebih luas daripada yang dicapai stasiun radio konvensional. Hasilnya, pendengar radio yang sedang melakukan perjalanan dari suatu kota ke kota lain di AS tidak perlu lagi pindah saluran ke stasiun radio yang berbeda. Cukup sekali tune saluran radio satelit dan setelah itu tidak perlu diubah lagi.
Radio satelit berfungsi di mana ada garis pandang antara antena dengan satelit, tanpa rintangan besar, seperti gedung. Pendengar radio ini dapat mengikuti saluran tunggal tanpa melihat lokasi jangkauan. Karena teknologi ini membutuhkan akses ke satelit komersial untuk penyebaran sinyal, jasa radio satelit menjadi sebuah bisnis komersial. Radio satelit menawarkan sebuah paket saluran dan harus berlangganan untuk dapat mengakses saluran karena sinyalnya memiliki hak cipta dan tidak-cocok satu sama lain sehingga dibutuhkan perlatan khusus untuk dekoding dan pemutaran. Sekarang ini, penyedia radio satelit yang utama adalah WorldSpace, XM radio, dan Sirius. Mereka menawarkan saluran berita, cuaca, olahraga, dan musik.
Untuk mencakup daratan Amerika Serikat ini XM Satellite Radio menggunakan dua satelit Hughes HS 702 dan Sirius menggunakan tiga satelit Loral., selain itu mereka juga masih menggunakan banyak pesawat radio pengulang (repeater) untuk bisa memberikan pelayanan yang sempurna. XM bahkan menggunakan sekitar 1500 repeater yang menjangkau 70 kota di Amerika Serikat. Dengan demikian perjalanan darat dari pantai timur ke barat dan sebaliknya dapat menikmati siaran dari sebuah stasiun kegemarannya tanpa ada perbedaan kualitas. Untuk dapat menerima siaran dari satelit ini memang membutuhkan ruang yang bebas bagi antena untuk bisa menangkap sinyal dari satelit geostasioner.
Sementara perusahaan WorldSpace, penyedia layanan multimedia dan penyebaran sinyal audio digital melalui satelit langsung yang bermarkas di Washington DC memberikan pelayanan global. Untuk melayani dunia perusahaan ini menyediakan tiga satelit, dua di antaranya sudah beroperasi, AfriStar (meluncur 1998) untuk kawasan Afrika dan Timur tengah, dan AsiaStar (Mei 2000) untuk kawasan Cina, dan negara dan kepulauan di kawasan ASEAN. Sedangkan satelit ketiga AmeriStar meluncur 2001 untuk kawasan Amerika Selatan dan Karibia.
Cara Kerja Radio Satelit
Radio satelit atau radio langganan adalah sebuah radio digital yang menerima sinyal yang disiarkan oleh satelit komunikasi, yang mencakup wilayah geografis yang lebih luas dari sinyal radio biasa. Radio satelit berfungsi di tempat di mana ada garis pandang antara antena dengan satelit, dengan syarat tak ada rintangan besar, seperti terowongan atau gedung. Pendengar radio ini dapat mengikuti saluran tunggal tanpa melihat lokasi jangkauan.
Radio satelit adalah satu-satunya siaran radio yang menggunakan teknologi digital seutuhnya. Kelebihan-kelebihan sistem digital dengan berbagai teknologi pemrosesan dan perbaikan sinyalnya menyebabkan audio yang ditampilkan radio satelit akan setara dengan kualitas CD. Program-program radio satelit dapat diakses dari internet.
Prinsip radio satelit pada dasarnya sama dengan radio konvensional. Bedanya, pemancarnya di atas angkasa. Tentu untuk menghubungkan sinyal tidak menggunakan kabel. Paket siaran itu oleh masing-masing broadcaster ditembakkan ( uplink ) ke satelit dari sembarang tempat, asal masih masuk dalam daerah kekuasaan (cakupan pemancar) satelit. Sinyal digital yang terkodekan secara khusus itu dikirim melalui piringan satelit kecil (small satellite dish) pada frekuensi 7025 – 7075 MHz. Laju data dapat dipilih dari 16 KB/detik (monophonic AM broadcast) hingga 128 KB/detik (sebanding dengan CD stereo).
Di satelit, sinyal itu didekode oleh peralatan yang ada dan ditembakkan kembali ke Bumi pada frekuensi L-Band 1452 – 1492 MHz. Tergantung kontrak dengan stasiun radio satelit apakah sinyal itu ditransmisikan ke satu, dua, atau tiga pemancar sekaligus dalam sebuah satelit. Antena datar yang unik pada masing-masing pesawat penerima menerima sinyal itu. Antena ini dapat dilepas dan memiliki kabel yang cukup panjang untuk memperoleh posisi tangkap yang optimum. Posisi tersebut harus pas agar jelas. Pesawat penerima dapat dioperasikan dengan baterai atau listrik dengan memakai adaptor.
Di Bumi sendiri masing-masing satelit disokong oleh tiga peralatan utama: pusat pengoperasian regional; pusat telemetri, komando, dan ranging, serta pusat pemantauan sistem komunikasi. Masing-masing komponen berfungsi untuk memastikan bahwa sinyal digital yang terbaiklah yang diterima di dalam sistem.
Pada dasarnya, sinyal radio yang dipancarkan akan selalu mengalami redaman. Semakin jauh jarak yang ditempuh, semakin lemah pula sinyalnya sehingga mengurangi kualitas audio yang diterima. Penggunaan satelit berdaya tinggi dengan pancaran langsung ke bumi akan menghasilkan sinyal radio yang layak diterima oleh pesawat penerima.
Untuk dapat menerima siaran dari satelit, antena penerima dan satelit harus berada dalam kondisi line of sight (lurus, langsung tanpa halangan). Kondisi ini tidak akan tercapai jika penerima terletak di suatu lembah atau kota penuh gedung-gedung bertingkat. Untuk mengatasinya dipasanglah stasiun pengulang (repeater) yang berfungsi sebagai perantara satelit dengan penerima. Cara ini akan mengurangi daerah-daerah blankspot.
Untuk memaksimalkan keunggulan pemrosesan sinyal digital, kabel fiber optic dipasang di seluruh bagian pusat siaran (broadcast centre). Dibanding kabel tembaga, fiber optic sangat tahan terhadap interferensi frekuensi radio (radio frequency interference/RFI) dan dengung (hum) yang ditimbulkan oleh perangkat-perangkat listrik.
Selain itu, dengan daya pancar satelit yang kuat akan diperoleh rasio signal to noise (S/N) lebih besar dari 40 dB. Rasio S/N sebesar itu cukup untuk menghasilkan sinyal berkualitas tinggi yang tetap bersih. Untuk menambah kebersihan sinyalnya, radio satelit mempunyai dynamic range yang lebar.
Sebagai perbandingan, dynamic range radio AM adalah 30 dB, radio FM 50 dB, sedang radio satelit 90 dB. Dengan dynamic range yang lebar, suara musik orkestra yang juga mempunyai dynamic range lebar tidak perlu lagi dikompres menjadi sempit, sebagaimana yang dilakukan di radio AM dan FM. Akibatnya, suara orkestra yang kita dengar akan sebening suara aslinya.
Keunggulan Radio Satelit
• Radio satelit dapat digunakan setiap saat tanpa bergantung cuaca, waktu, dan tempat. Hal ini disebabkan karena satelit memiliki ketinggian orbit yang cukup tinggi, yaitu sekitar 20.000 Km diatas permukaan bumi dan jumlah satelit relatif cukup banyak. Ini menyebabkan satelit dapat digunakan oleh banyak orang dalam waktu yang sama dan pemakaiannya tidak bergantung pada batas-batas politik dan alam.
• Pengoperasian alat penerima sinyal satelit untuk penentuan posisi suatu titik relatif mudah dan mengeluarkan banyak tenaga dan waktu.
• Radio satelit menyiarkan 50 channel musik dan 50 channel berita, sport dan hiburan tanpa diselingi iklan.
• Kita akan menerima sinyal yang bersih dimanapun kita berada walaupun di tengah hutan, laut pun.
• Kualitas penerimaan audio sejernih CD, kemampuan penerimaan pada sistem mulimedia juga mengesankan.
• Kemampuan menarik data (download) sebesar 128 KB/detik (Kbps), dua kali lipat kemampuan maksimal pada saluran telepon biasa.
• Bagi pelanggan radio satelit bisa mendapatkan atau mendengarkan musik dalam waktu 24 jam nonstop.
Kelemahan Radio Satelit
• Infrastrukturnya mahal.
• Bila mendengarkan radio via internet kualitas suaranya tidak dapat konstan, karena tergantung oleh saluran telepon yang digunakan.
• Pesawat penerima (receiver) generasi saat ini belum di disain untuk penerimaan bergerak. Jadi, fasilitas ini belum bisa dinikmati sambil berkendaraan.
• Kendala yang muncul dalam penerimaan bergerak adalah terhalangnya sinyal oleh gedung yang tinggi, tempat parkir bawah tanah, tebing, atau pepohonan. Untuk menjaga agar penerimaan tidak putus, dibeberapa tempat (terutama di daerah perkotaan) dipasang stasiun pengulang (repeater).
Sumber
http://hanoempoenya.blog.friendster.com/2007/05/teknologi-radio-satelit/
http://www.geocities.com/nitya_1805/indonesia.htm
http://sepersekiandetik.multiply.com/journal
http://wulansroom.blogspot.com/2007/05/radio-satelit-era-baru-industri-radio.html
http://novi-unyil.blog.friendster.com/2007/06/tugas-ptk-perkembangan-radio-satelit/
http://adjie74.blogspot.com/2009/02/cara-kerja-radio-satelit.html
Semua sumber internet diatas diakses pada tanggal 9 September 2009 pukul 22:36
Langganan:
Postingan (Atom)