Rabu, November 18, 2009

Book Review Sistem Komunikasi Indonesia Karangan Nurudin

Komunikasi dan Sistem Komunikasi
Sistem berasal dari bahasa Yunani sistema yang berarti suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian dan hubungan yang berlangsung di antara satuan-satuan atau komponen secara teratur.
Sesuatu dapat dikatakan sebagai sistem apabila paling tidak memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Adanya interdependensi, artinya komponen-komponen dalam suatu sistem saling berkaitan, berinteraksi dan saling berinterdependensi satu sama lain.
2. Keluaran (output) dari suatu sistem sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan.
3. Eksistensi kesatuan (totalitas) itu dipengaruhi oleh komponen-komponennya, sebaliknya eksistensi masing-masing komponen itu dipengaruhi oleh kesatuannya.
4. Sebagai suatu kesatuan yang mempunyai masukan (input) dan keluaran (output) atau tujuan tertentu.
Tak bisa dipungkiri, pembahasan tentang sistem komunikasi tak akan terlepas dari sistem sosial sehingga tidaklah mengherankan bila membahas tentang komunikasi maka tak lain kita sedang membahas satu dimensi dalam ilmu sosial. Pendek kata, komunikasi ialah bagian dimensi sosial yang khusus membahas pola interaksi antar manusia (human communication) dengan menggunakan ide atau gagasan lewat lambang atau bunyi ujaran.
SKI (Sistem Komunikasi Indonesia) sebagai suatu sistem tidak bisa berdiri sendiri. SKI berkaitan erat dengan sistem-sistem lainnya. Secara umum hubungan antara sistem komunikasi dengan sistem lainnya ialah sebagai berikut:
1. Sistem komunikasi dipengaruhi oleh sistem sosial. Sistem sosial merupakan suatu bangunan sistem yang besar dimana di dalamnya terdapat beberapa subsistem, antara lain sistem ekonomi, sistem politik, sistem budaya dan sistem komunikasi itu sendiri yang bersama-sama dengan sistem lainnya membangun eksistensi sistem sosial secara bersama-sama.
2. Sistem komunikasi dipengaruhi oleh sistem politik. Sistem komunikasi dan sistem politik memiliki keterkaitan yang erat, dimana sistem politik suatu Negara akan sangat mempengaruhi pola sistem komunikasi Negara yang bersangkutan.
Menurut Harold D. Laswell, komunikasi memiliki beberapa fungsi, antara lain:
1. Penjajagan atau pengawasan lingkungan (surveillance of environtment)
2. Menghubungkan bagian-bagian yang terpisah dari masyarakat untuk menanggapi lingkungannya (correlation of the part of society in responding to the environtment)
3. Menurunkan warisan sosial dari generasi ke generasi berikutnya (transmission of the social heritage)
Sementara itu Charles R. Wright (1988) menambahkan satu fungsi lagi dalam komunikasi, yaitu entertainment (hiburan) yang merujuk pada tindakan-tindakan komunikatif yang terutama sekali dimaksudkan untuk menghibur dengan tidak mengindahkan efek-efek instrumental yang dimilikinya.
Berdasarkan uraian diatas, ada beberapa alasan mengapa kita perlu mempelajari sistem komunikasi, antara lain sebagai berikut:
1. Perkembangan teknologi komunikasi yang kian pesat di Indonesia akan mengubah pola arus informasi yang berkembang. Perkembangan yang pesat tersebut jelas membutuhkan kajian khusus dan mendalam.
2. Indonesia adalah Negara yang multietnis. Dengan kata lain Indonesia adalah Negara yang memiliki tingkat heterogenitas Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA) yang tinggi. Ini memungkinkan masing-masing daerah di Indonesia mempunyai ciri khas tersendiri dalam pola komunikasinya.
3. Meskipun perkembangan teknologi komunikasi sudah sedemikian pesat, tetapi mayoritas masyarakat Indonesia masih tinggal di pedesaan. Ini mengakibatkan perkembangan media masa tidak selamanya bisa dimanfaatkan di desa. Oleh karena itu ciri komunikasi yang berkembang di desa jelas berbeda dengan yang berkembang di kota. Hal ini menyebabkan perlunya kajian mengenai peran pemimpin opini (opinion leader) dalam mempengaruhi sistem komunikasi di pedesaan.
4. SKI jelas berbeda dengan sistem komunikasi di Negara lain. Perbedaan tersebut dilatarbelakangi oleh kondisi sistem sosial, politik dan budaya yang dikembangkan. Itu artinya, sistem budaya masyarakat Indonesia misalnya akan memberi warna dan corak sistem komunikasinya.

Pola-Pola Komunikasi di Indonesia
Menurut Everett M. Rogers, komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud mengubah perilaku. Sementara Harold D. Laswell memformulasikan proses komunikasi dengan who (siapa), says what (mengatakan apa), in which channel (lewat saluran apa), to whom (kepada siapa) with what effect (efek apa yang diharapkan).
Komunikasi Dengan Diri Sendiri
Menurut Hafied Changara (2000), terjadinya proses komunikasi dengan diri sendiri karena seseorang menginterpretasikan sebuah objek, kemudian objek tersebut diberi arti, diinterpretasikan berdasarkan pengalaman yang berpengaruh pada sikap dan perilaku dirinya.
Ada beberapa tanda-tanda umum sesuatu bisa dikatakan sebagai komunikasi dengan diri sendiri, yaitu: 1) keputusan merupakan hasil berpikir atau hasil usaha intelektual; 2) keputusan selalu melibatkan pilihan dari berbagai alternatif; 3) keputusan selalu melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksanaannya boleh ditangguhkan atau dilupakan.
Komunikasi Antarpribadi
Menurut sifatnya, komunikasi antarpersona dibedakan menjadi dua, yakni komunikasi diadik (dyadic communication) yaitu proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka yang dilakukan melalui tiga bentuk percakapan, wawancara dan dialog; dan komunikasi kelompok kecil (small group communication) yaitu proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka dimana anggota-anggotanya berinteraksi satu sama lain.
Sesuatu bisa dikatakan sebagai komunikasi antar pribadi bila memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) anggotanya terlibat dalam proses komunikasi tatap muka; 2) pembicaraan berlangsung secara terpotong-potong karena peserta bebas berbicara disebabkan kedudukannya relatif sama; 3) sumber dan penerima sulit dibedakan dan diidentifikasi.
Komunikasi antarpribadi memiliki beberpa tujuan, antara lain:
1. Mengenal diri sendiri dan orang lain
2. Mengetahui dunia luar
3. Menciptakan dan memlihara hubungan menjadi bermakna
4. Mengubah sikap dan perilaku
5. Bermain dan mencari hiburan
6. Membantu orang lain
Komunikasi Kelompok
Sesuatu dikatakan sebagai komunikasi kelompok karena beberapa alasan, antara lain: pertama, proses komunikasi dimana pesan-pesan yang disampaikan oleh seorang pembicara kepada khalayak dalam jumlah yang lebih besar secara tatap muka. Kedua, komunikasi berlangsung kontinyu dan bisa dibedakan mana sumber dan mana penerima. Ketiga, pesan yang disampaikan terencana (dipersiapkan) dan bukan spontanitas untuk segmen khalayak tertentu.
Komunikasi Massa
Menurut Michael W. Gamble dan Teri W. Gamble (1986), sesuatu bisa dikatakan sebagai komunikasi massa jika mencakup:
1. Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern untuk menyebarkan atau memancarkan pesan secara cepat kepada khalayak yang luas dan tersebar. Pesan itu disebarkan melalui media modern pula antara lain surat kabar, majalah, televisi, film atau gabungan di antara media tersebut.
2. Komunikator dalam komunikasi massa menyebarkan pesan-pesannya bermaksud mencoba berbagi pengertian dengan jutaan orang yang tidak saling mengenal atau mengetahui satu sama lain. Anonimitas audience dalam komunikasi masa inilah yang membedakan jenis komunikasi ini dengan yang lain. Ini berarti, antara pengirim dan penerima pesan tidak saling mengenal satu sama lain.
3. Pesan adalah publik. Artinya bahwa pesan ini bisa didapatkan dan diterima oleh banyak orang dan bukan untuk sekelompok orang tertentu. Karena itu, pesan bisa diartikan milik publik.
4. Sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasi formal seperti jaringan, ikatan atau perkumpulan. Dengan ata lain, komunikatornya tidak berasal dari seseorang, tetapi lembaga. Lembaga inipun biasanya berorientasi pada keuntungan ekonomis dan bukan organisasi sukarela atau nirlaba.
5. Komunikasi massa dikontrol oleh gate-keeper. Artinya pesan-pesan yang disebarkan atau dipancarkan dikontrol oleh sejumlah individu dalam lembaga tersebut sebelum disiarkan lewat media massa. Ini berbeda dengan komunikasi antarpribadi, kelompok atau publik dimana yang mengontrol bukanlah sejumlah individu. Beberapa individu dalam komunikasi massa itu ikut berperan dalam membatasi, memperluas pesan yang disiarkan.
6. Umpan balik dalam komunikasi massa sifatnya tertunda. Kalau dalam jenis komunikasi lain umpan balik bisa langsung, maka dalam komunikasi massa umpan balik tidak bisa langsung dilakukan alias tertunda.
Menurut Elizabeth-Noelle Neuman, ada empat tanda pokok yang membedakan antara komunikasi massa dengan jenis komunikasi lainnya, antara lain: 1) bersifat tidak langsung, artinya harus melewati media teknis; 2) bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi antara peserta komunikasi (para komunikan); 3) bersifat terbuka, artinya ditujukan kepada publik yang tidak terbatas dan anonim dan 4) mempunyai publik yang secara geografis besar.

Komunikasi Sebagai Sebuah Proses
Komunikasi Sebagai Proses Sosial
Manusia tidak akan mengalami perkembangan fisik dan psikis yang baik jika ia mengasingkan diri dari masyarakat sekitarnya. Komunikasi akan selalu diwarnai oleh sikap, perilaku, norma, dan pranata dalam masyarakat.
Menurut Goran Hedebro, hubungan antara perubahan sosial dengan komunikasi (atau media komunikasi) dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Teori komunikasi mengandung makna pertukaran pesan. Artinya komunikasi hadir dalam setiap upaya yang bertujuan membawa ke arah perubahan.
2. Komunikasi hadir dengan tujuan membawa perubahan, namun komunikasi bukanlah satu-satunya alat yang dapat membawa perubahan sosial.
3. Media yang digunakan dalam komunikasi berperan melegitimasi bangunan sosial yang ada.
4. Komunikasi adalah alat yang luar biasa guna mengawasi salah satu kekuatan penting masyarakat.
Secara garis besar komunikasi sebagai proses sosial di masyarakat memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut:
1. Komunikasi menghubungkan antar berbagai komponen masyarakat.
2. Komunikasi membuka peradaban (civilization) baru manusia.
3. Komunikasi adalah manifestasi control sosial dalam masyarakat.
4. Tidak bisa diingkari komunikasi berperan dalam sosialisasi nilai ke masyarakat.
5. Indvidu berkomunikasi dengan orang lain menunjukkan jati diri kemanusiaannya.
Komunikasi Sebagai Proses Budaya
Komunikasi merupakan salah satu wujud kebudayaan.
Jika ditinjau secara konkret, hubungan antara komunikasi dengan isi kebudayaan maka akan semakin jelas bahwa:
1. Dalam mempraktikkan komunikasi manusia membutuhkan peralatan-peralatan tertentu.
2. Komunikasi menghasilkan mata pencaharian hidup manusia.
3. Sistem kemasyarakatan menjadi bagian tak terpisahkan dari komunikasi.
4. Komunikasi akan menemukan bentuknya secara lebih baik manakala menggunakan bahasa sebagai alat penyampaian pesan kepada orang lain.
5. Sistem pengetahuan atau ilmu pengetahuan merupakan substansi yang tak lepas dari komunikasi.
Komunikasi Sebagai Proses Politik
Keberadaan komunikasi akan sangat erat kaitannya dengan keberadaan sistem politik. Dengan kata lain, sistem dan pola komunikasi yang berkembang dalam masyarakat akan sangat dipengaruhi oleh sistem politik yang berkembang dalam masyarakat.
Sistem politik demokratis akan menghasilkan pola komunikasi demokratis, dimana arus informasi dapat berjalan dua arah antara pemerintah dengan masyarakat. Sementara sistem politik otoriter akan menghasilkan pola komunikasi otoriter pula dimana arus informasi hanya berjalan dari pemerintah kepada masyarakat.

Sistem Pers dan Sistem Pers Indonesia
Sistem pers adalah subsistem dari sistem komunikasi. Di dalam SKI, pers memiliki dua sisi kedudukan, antara lain: sebagai medium komunikasi yang tertua dibanding dengan media lainnya dan sebagai lembaga kemasyarakatan yang merupakan bagian integral dari masyarakat.
Fred Siebert, Wilbur Schramm dan Theodore Peterson dalam bukunya Four Theories of The Press(1963) mengamati setidak-tidaknya ada empat kelompok besar teori (sistem) pers, yakni sistem pers otoriter (authoritarian), sistem pers liberal (libertarian), sistem pers komunis (Marxist) dan sistem pers tanggung jawab sosial (social responsibility).
Teori atau sistem pers otoriter dikenal sebagai system pers tertua yang lahir sekitar abad 15-16 pada masa pemerintahan absolut. Pers dalam sistem ini berfungsi sebagai penunjang Negara (kerajaan) untuk memajukan rakyat. Pemerintah menguasai sekaligus mengawasi media.
Sistem pers liberal (libertarian) berkembang pada abad 17-18 sebagai akibat munculnya revolusi industri dan adanya tuntutan kebebasan berpikir di negara barat yang sering disebut aufklarung (pencerahan). Menurut sistem ini, kebenaran akan diperoleh jika pers diberi kebebasan sehingga kebebasan pers menjadi tolak ukur dihormatinya hak bebas yang dimiliki manusia.
Sistem pers komunis berkembang karena munculnya negara Uni Soviet yang berpaham komunis pada awal abad ke-20. Pers dalam sistem ini merupakan alat pemerintah atau partai dan menjadi bagian integral dari negara. Kritik diizinkan sejauh tidak bertentangan dengan ideologi partai.
Sistem pers Tanggung Jawab Sosial (social responsibility) muncul pada awal abad ke-20 pula sebagai protes terhadap kebebasan mutlak dari libertarian yang mengakibatkan kemerosotan moral masyarakat. Dasar pemikiran sistem ini adalah sebebas-bebasnya pers harus bisa bertanggung jawab kepada masyarakat tentang apa yang diaktualisasikan.
Sistem Pers Indonesia
Melihat uraian mengenai empat teori pers di atas, jika diamati maka Indonesia termasuk menganut sistem pers tanggung jawab sosial. Ini tidak hanya dilihat dari istilah “pers yang bertanggung jawab” seperti yang kita kenal selama ini, namun berbagai aktualisasi pers pada akhirnya harus disesuaikan dengan etika dan moralitas masyarakat. Pers harus bertanggung jawab pada satu dasar ideologi yang diyakini, yaitu Pancasila (Pancasila harus dijadikan acuan dalam perilaku pers).
Namun pers Indonesia tidaklah serta merta menganut sistem pers tanggung jawab sosial seperti yang kini dianut. Berdasarkan uraian mengenai empat teori pers, maka Indonesia pernah menganut sistem pers otoriter dan sistem pers liberal sebelum akhirnya menganut sistem pers tanggung jawab sosial.
Ketika masa orde baru, pers Indonesia sempat menganut sistem pers otoriter, dimana Pemerintah melalui Departemen Penerangan pada masa itu mengontrol seluruh kegiatan pers, mulai dari keharusan memiliki SIUPP bagi lembaga pers, kontrol isi yang amat ketat terhadap pemberitaan pers sampai dengan seringnya kasus pembredelan terhadap media yang dianggap mengganggu stabilitas, ketentraman dan kenyamanan hidup masyarakat dan negara. Kebebasan pers berada di tangan pemerintah. Pers tunduk pada sistem pers, sistem pers tunduk pada sistem politik.
Pasca orba (masa reformasi), pers Indonesia seakan memperoleh kebebasannya yang selama ini tidak pernah benar-benar dirasakan. Pemerintahan Habibie yang pada masa itu menggantikan Soeharto mencabut SIUPP kemudian masa pemerintahan berikutnya di bawah pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Soekarnoputri, pemerintah membubarkan Departemen Penerangan. Era kebebasan pers pun dimulai. Sistem pers Indonesia pun berubah menjadi sistem pers liberal. Hal ini dapat dilihat melalui minimnya self censhorsip pada media, artinya media lemah dalam melihat apakah suatu berita layak dimunculkan dan sesuai dengan keinginan masyarakat. Akibatnya banyak bermunculan media-media jurnalisme “lher”. Hal ini bisa dilihat dengan maraknya kemunculan berbagai media yang mengangkat tema pornografi guna memenuhi permintaan pasar. Selain itu, muncul pula kecenderungan media untuk mengadili seseorang bersalah sebelum munculnya keputusan hukum oleh pengadilan. Hal ini dapat dilihat pada kasus Soeharto. Pada awal-awal masa reformasi, media seakan-akan berlomba untuk mengadili sosok Soeharto.
Namun lambat laun sistem pers Indonesia mulai berubah dan menyesuaikan dengan ideologi serta etika dan moral yang berkembang di masyarakat. Mulai selektifnya masyarakat dalam memilih media yang akan dikonsumsi menyebabkan lambat laun media-media jurnalisme “lher” hilang dengan sendirinya karena kurang mampu bersaing dengan media-media yang lebih berkulitas dan edukatif dalam menyampaikan informasi.
Sistem Komunikasi di Pedesaan
Sebuah ciri khas khusus yang berhubungan dengan komunikasi di pedesaan adalah komunikasi lebih banyak dilakukan dengan komunikasi antar persona. Ini diakibatkan masyarakat desa belum percaya sepenuhnya terhadap media massa atau juga sejalan dengan tingkat pendidikannya. Pada saat ini ada tiga media yang sangat berpotensi dalam menyebarkan informasi ke masyarakat di pedesaan, yakni Koran Masuk desa (KMD), Media Rakyat (MR) dan Media Tradisional (MT).
Media Rakyat (MR)
Berrigan (1979) mendefinisikan media rakyat (media masyarakat) sebagai berikut:
1. Media masyarakat adalah media yang bertumpu pada landasan yang lebih luas dari kebutuhan semua khalayaknya.
2. Media masyarakat adalah adaptasi media untuk digunakan oleh masyarakat yang bersangkutan, apa pun tujuan yang ditetapkan oleh masyarakat.
3. Media masyarakat adalah media yang memberi kesempatan kepada warga masyarakat untuk memperoleh informasi, pendidikan, bila mereka menginginkan informasi itu.
4. Media ini adalah media yang menampung partisipasi masyarakat sebagai perencanaan, produksi dan pelaksana.
5. Media masyarakat adalah sasaran bagi masyarakat untuk mengemukakan sesuatu, bukan untuk menyatakan sesuatu kepada masyarakat.
Adapun fungsi-fungsi dari media masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Memberi saluran alternatif sebagai sarana bagi rakyat untuk mengemukakan kebutuhan dan kepentingan mereka.
2. Berguna menyeimbangkan pemihakan kepada perkotaan yang tercermin dalam isi media.
3. Membantu menjembatani kesenjangan antara pusat dan pinggiran.
4. Mencegah membesarnya rasa kecewa, puas diri dan keterasingan di kalangan penduduk daerah pedesaan.
5. Member fasilitas berkembangnya keswadayaan, kemampuan menolong diri sendiri dan kemampuan mengambil keputusan sendiri.
6. Berguna bagi umpan balik, sistem pemantauan dan pengawasan suatu proyek tertentu.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa media rakyat ialah bentuk komunikasi dari, oleh dan untuk rakyat yang tumbuh dan berkembang di pedesaan dengan menggunakan media massa dan menjadikan rakyat sebagai hal yang paling utama.
Koran Masuk Desa
KMD adalah Koran kota yang beredar di pedesaan. Berdasarkan klasifikasi, isi KMD lebih menitikberatkan pada informasi atau pemberitaan, kemudian menyusul penerangan, penyuluhan, pendapat umum (public opinion) dan artikel-artikel yang punya makna sosial budaya dan sosial ekonomi pedesaan.
Tujuan dari pengadaan KMD antara lain sebagai berikut:
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai aspek-aspek pembangunan dan pembaruan.
2. Meningkatkan keterampilan (skill) terutama yang menyangkut cara hidup dan cara memenuhi kebutuhan hidup.
3. Memotivasi masyarakat untuk menimbulkan keinginan mengubah nasibnya serta bergerak dalam partisipasi pembangunan.
4. Meratakan informasi dalam rangka peningkatan arus informasi ke pedesaan.
Akan tetapi, pengembangan KMD bukannya tanpa hambatan. Hambatan-hambatan yang bisa diidentifikasi dalam pengembangan KMD antara lain:
1. Masyarakat akan bergerak maju dari tradisional ke modern. Semakin maju tingkat pendidikan masyarakat, semakin beragam pula jenis media yang akan mereka konsumsi. Jika masyarakat pedesaan lambat laun mulai menjadi modern, maka eksistensi KMD yang merupakan media bagi masyarakat pedesaan akan terancam.
2. Peran pemerintah daerah masih kecil. KMD membutuhkan dana yang tidak sedikit, sementara mengandalkan pemasukan dari iklan atau pelanggan rasanya sangat sulit karena wilayah sebaran KMD sangat terbatas sehingga pemasang iklan pada KMD sangat sedikit jumlahnya. Untuk itulah diperlukan peran pemda guna menunjang operasional KMD. Namun pemda lebih tertarik untuk berinvestasi ke kebutuhan pembangunan fisik atau bidang lain yang mempunyai keuntungan materi.
3. KMD semakin terancam dengan perkembangan community newspaper (koran lokal). Saat ini banyak dari KMD lambat laun berubah menjadi koran lokal. Ini artinya peran yang pernah dimainkan oleh KMD lambat laun diambil alih oleh koran lokal.
4. Masyarakat lebih menikmati KMD untuk mencari hiburan. KMD pada awalnya menitikberatkan untuk mendorong masyarakat agar berpola pikir ke depan dan merangsang untuk membangun daerahnya. Hiburan itu tercermin dengan kegemaran masyarakat untuk membaca berita-berita criminal, seks dan kejahatan lain. Padahal berita-berita semacam itu saat ini sudah bisa dinikmati di Koran daerah atau acara di televisi.
Media dan Seni Tradisional
Media tradisional adalah alat komunikasi yang sudah lama digunakan di suatu tempat (desa) sebelum kebudayaannya tersentuh oleh teknologi modern dan sampai sekarang masih digunakan di daerah itu. Adapun isi dari media tradisional masih berupa lisan, gerak isyarat, atau alat pengingat dan alat bunyi-bunyian.
William R. Bascom mengemukakan fungsi-fungsi pokok folklore sebagai media tradisional adalah sebagai berikut: 1) sebagai sistem proyeksi (projective system); 2) sebagai pengesahan / penguat adat; 3) sebagai alat pendidikan (pedagogical devices); 4) sebagai alat paksaan dan pengendalian sosial agar norma-norma masyarakat dipatuhi oleh anggota kolektifnya.
Beberapa kelebihan dari media tradisional dan seni tradisional disbanding media lain adalah:
1. Ia tumbuh dan berkembang di masyarakat, sehingga dianggap sebagai bagian atau cermin kehidupan masyarakat desa.
2. Media rakyat harus dinikmati dengan jenjang pengetahuan atau pendidikan tertentu (karena sifatnya tertulis, maka masyarakat harus bisa membaca terlebih dahulu), sedangkan media tradisional bisa dinikmati semua lapisan masyarakat.
3. Seni tradisional sifatnya lebih menghibur sehingga lebih mudah mempengaruhi sikap masyarakat.
Meskipun demikian, seni atau media tradisional terbentur hambatan dalam pengembangannya, hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: Pertama, sejalan dengan tingkat perkembangan masyarakat yang kian maju dan modern, ia akan terancam eksistensinya. Kedua, peran serta pemerintah sangat kecil, padahal seni tradisional merupakan salah satu sumber devisa yang dapat diandalkan. Ketiga, media massa kurang tertarik mengekspos atau memberitakan seni tradisional tersebut.
Penyuluh Pembangunan, Juru Penerang dan Pos Penerangan Pedesaan
Menurut Everet M. Rogers adalah seseorang yang atas nama pemerintah atau lembaga penyuluhan berkewajiban untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sasaran penyuluhan untuk mengadopsi inovasi (penemuan).
Ada beberapa alasan mengapa penyuluhan penting, antara lain: 1) sebagai proses penyebaran informasi; 2) sebagai proses penerangan; 3) sebagai proses perubahan perilaku; 4) sebagai proses pendidikan; 5) sebagai proses rekayasa sosial.
Apa yang dilakukan oleh Juru penerang (jupen) di desa hampir sama dengan penyuluh pembangunan. Namun tugas jupen biasanya tidak banyak berurusan dengan masalah pembangunan atau pertanian layaknya para penyuluh. Tugas jupen ialah menjadi “kepanjangan tangan” pemerintah.
Baik jupen maupun penyuluh pembangunan setidak-tidaknya membutuhkan beberapa syarat agar komunikasinya efektif, yakni
1. Openness. Komunikasi bisa dikatakan mengena jika antara komunikator dengan komunikan saling terbuka.
2. Empathy. Artinya sejauh mana komunikator itu melibatkan diri dalam perasaan, kebiasaan, adat istiadat dan aturan pada diri komunikan.
3. Positiveness. Yaitu sikap positif terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain.
4. Supportiveness. Artinya sikap pelaku komunikasi yang mendukung terjadinya proses komunikasi.
5. Equality. Yaitu adanya unsur-unsur kesamaan yang dimiliki pihak-pihak yang berkomunikasi.
Tugas jupen ini semakin mudah ketika pemerintah melalui surat Direktorat Jenderal penerangan Umum Deppen No. 158/k/VI/T/ 1988 tanggal 23 Juni 1988 membentuk Pos Penerangan Pedesaan (Pospendes).
Fungsi-fungsi dari pospendes antara lain sebagai berikut: 1) sebagai “dapur informasi” di tingkat desa atau pusat pengolahan dan pelayanan informasi pembangunan di pedesaan; 2) sebagai forum / tempat pertemuan komunikasi antar kelompok-kelompok penerangan dan kelompok lain yang ada di pedesaan; 3) sebagai forum / tempat komunikasi antara para Pembina Kelompok di pedesaan (PLKB, jupen, Petugas Penyuluh Lapangan / PPL); 4) sebagai pusat pembinaan dan kegiatan berbagai kelompok di pedesaan (kelompencapir, kelompok tani, kelompok ternak, kelompok batik dan lain-lain).
Pospendes mempunyai tugas dan kegiatan pula: 1) sebagai dapur informasi bertugas melakukan pengolahan informasi melalui kegiatan-kegiatan di daerah dalam rangka menyerap dan mengolah informasi yang ada; 2) sebagai pusat pelayanan informasi bertugas memberikan pelayanan penerangan / informasi kepada masyarakat pedesaan yang membutuhkan melalui kegiatan-kegiatan penyediaan berbagai informasi dan media komunikasi yang berkaitan dengan informasi di pedesaan dan pelayanan langsung bagi yang membutuhkan; 3) sebagai tempat / forum komunikasi yang bertugas melaksanakan kegiatan rutin yang berkaitan dengan pembinaan komunikasi di pedesaan.

Opinion Leader dan Peranannya Dalam Sistem Komunikasi Indonesia
Model Arus Komunikasi
Dalam proses komunikasi dikenal empat model arus alir pesan, yakni model jarum injeksi (hypodermic needle model), model alir satu tahap (one step flow model), model alir dua tahap (two step flow model), dan model alir banyak tahap (multy step model flow). Masing-masing model memiliki ciri khas dan pola yang berbeda dalam arus peredaran komunikasinya.
Secara substansial, model jarum injeksi (one step flow model) berarti arus komunikasi berjalan satu arah dari media massa ke audience. Dasar pemikiran yang melatarbelakangi model ini ialah keyakinan bahwa khalayak itu bersifat pasif terhadap berbagai macam informasi yang disebarkan / disiarkan media massa, sebaliknya media aktif untuk mempengaruhi audience. Teori ini dikenal juga dengan nama teori peluru (bullet theory).
Sehubungan dengan model ini, ada beberapa ciri menarik yang pernah dikemukakan oleh Elihu Katzsebagai berikut: Pertama, media massa memiliki kekuatan yang luar biasa besarnya, sanggup menginjeksi secara mendalam ide-ide ke dalam benak-benak yang tak berdaya. Kedua, mass audience dianggap seperti atom-atom yang terpisah satu sama lain serta tidak saling berhubungan dengan media massa.
Model alir satu tahap hampir menyerupai model jarum hipodermik. Kesamaannya, saluran media massa langsung berhubungan dengan audience-nya. Adapun perbedaan diantara kedua model tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Model alir satu tahap mengakui bahwa media massa bukanlah all powerfull dan tidak semua media mempunyai kekuatan yang sama.
2. Pesan-pesan yang diterima oleh audience sangat tergantung kepada sistem seleksi yang ada pada masing-masing audience.
3. Model alir satu tahap mempengaruhi kemungkinan timbulnya reaksi atau efek yang berbeda di kalangan audience peneima (receiving audience) terhadap pesan-pesan media yang sama.
Model alir dua tahap mengasumsikan bahwa pesan-pesan media massa tidak seluruhnya langsung mengenai audience. Oleh Karena itu, dalam model ini dikenal pihak-pihak tertentu yang membawa pesan dari media untuk diteruskan ke masyarakat. Pihak-pihak tertentu tersebut dikenal dengan nama opinion leader (pemimpin opini / pemuka pendapat).
Model alir banyak tahap pada prinsipnya adalah gabungan dari semua model yang sudah disebutkan sebelumnya. Model ini menyatakan bahwa pesan-pesan media massa menyebar kepada audience atau khalayak melalui interaksi yang kompleks.
Sejarah Opinion Leader
Istilah opinion leader menjadi perbincangan dalam literatur komunikasi sekitar tahun 1950-1960-an. Sebelumnya dalam literatur komunikasi sering digunakan istilah influentials, influencers, atau tastemakers untuk menyebut opinion leader. Kata opinion leader kemudian lebih lekat pada kondisi masyarakat di pedesaan, sebab tingkat media exposure-nya masih rendah dan tingkat pendidikan masyarakat yang belum menggembirakan. Pihak yang sering terkena media exposure di masyarakat desa kadang diperankan oleh opinion leader.
Ada dua pengelompokan opinion leader berdasarkan aktif tidaknya dalam perilaku. Pertama, opinion leader aktif (opinion giving). Opinion leader disebut aktif jika ia sengaja mencari penerima atau followers untuk menumumkan atau mensosialisasikan suatu informasi. Kedua, opinion leader pasif (opinion seeking). Artinya opinion leader dicari oleh folowersnya. Dalam hal ini followers aktif mencari sumber informasi kepada opinion leader sehubungan dengan permasalahan yang sedang dihadapi.
Opinion leader adalah orang yang mempunyai keunggulan dari masyarakat kebanyakan. Sudah sepantasnya jika mereka memiliki karakteristik yang membedakan dirinya dengan yang lain. Beberapa karakteristik yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Lebih tinggi pendidikan formalnya dibanding dengan anggota masyarakat lain;
2. Lebih tinggi status sosial ekonominya;
3. Lebih inovatif dalam menerima dan mengadopsi ide baru;
4. Lebih tinggi pengenalan medianya (media exposure);
5. Kemampuan empatinya lebih besar;
6. Pertisipasi sosial lebih besar;
7. Lebih kosmopolit (memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas).
Di samping itu ada juga syarat seorang pemimpin (termasuk pemimpin opini) yang pernah dikatakan oleh Floyd Ruch sebagai berikut:
1. Social perception, artinya seorang pemimpin harus dapat memiliki ketajaman dalam menghadapi situasi;
2. Ability in abstract thinking, artinya pemimpin harus memiliki kecakapan secara abstrak terhadap masalah yang dihadapi;
3. Emotional stability, artinya pemimpin harus memiliki perasaan stabil, tidak mudah terkena pengaruh dari luar (yang tidak diyakini dan bertolak belakang dengan keyakinan masyarakat).
Ditinjau dari penguasaan materinya, pemuka pendapat dapat digolongkan menjadi dua. Pertama, monomorfik (monomorphic), yakni jika pemuka pendapat hanya menguasai satu permasalaha saja. Kedua, polimorfik (polymorphic), yakni jika pemuka pendapat menguasai lebih dari satu permasalahan.
Opinion Leader Dalam Sistem Komunikasi
Tak bisa dipungkiri bahwa opinion leader menjadi salah satu unsur yang sangat mempengaruhi arus komunikasi, khususnya di pedesaan. Berbagai perubahan dan kemajuan masyarakat sangat ditentukan oleh peran opinion leader ini. Ketidakmampuan dalam mempengaruhi opinion leader pada akhirnya akan berdampak negatif terhadap program yang sedang dijalankan. Opinion leader bukanlah manusia yang serba super dan tahu segalanya, tetapi kelebihannya adalah bahwa mereka dianggap orang yang lebih peka dan in group serta tahu adat kebiasaan masyarakat. Opinion leader juga lebih mempunya gradasi hemofili yang lebih baik dibanding dengan pihak lain.
Dalam perkembangannya, peran opinion leader ini lambat laun semakin pudar sejalan dengan tingkat perkembangan media massa yang kian pesat dan tingkat “melek huruf” masyarakat yang meningkat. Memang benar bahwa di satu sisi opinion leader masih punya pengaruh yang kuat di dalam usaha mempengaruhi sikap dan perilaku pengikutnya, tetapi di sisi lain, pengikut sering menentukan sikap dan perilakunya sendiri.
Selama ini kajian tentang opinion leader lebih banyak dikaitkan dengan perannya dalam masyarakat, padahal opinion leader juga bisa dikaji dalam bidang politik. Dalam bidang politik, yang dimaksud dengan opinion leader adalah mereka yang mempunyai otoritas tinggi dalam menentukan sikap dan perilaku pengikutnya. Mereka diikuti bukan dari jabatan atau kedudukan politik tetapi karena kewibawaan, ketundukan, karisma, mitos yang melekat padanya atau karena pengetahuan serta pengalaman yang dimilikinya.
Hubungan antara opinion leader dalam politik dengan masyarakat di Indonesia bisa ditarik benang merah sebagai berikut:
1. Pemimpin opini sangat berpengaruh di dalam mempengaruhi proses kebijakan politik di Indonesia.
2. Pemimpin opini juga bisa menolak kebijakan pemerintah. Pemerintah tidak akan bisa mencapai keberhasilan tanpa dukungan pemimpin opini.
Peran opinion leader dalam kehidupan sosial di Indonesia juga tidak bisa dibilang rendah. Karena opinion leader sangat dipercaya masyarakatnya, ia ikut menentukan berbagai perilaku masyarakat.
M. Munandar Soelaiman (1998:148) mengemukakan bahwa setidaknya ada dua hal yang menyebabakan seorang opinion leader dapat memiliki kekuatan dalam masyarakat: 1) memiliki kemampuan kemasyarakatan yang dalam dan tinggi (highly developed social science); dan 2) selalu melandaskan sesuatu kepada kesepakatan bersama (general consensus).
Yang menjadi pertanyaan kita kemudian adalah bagaimana masa depan opinion leader di Indonesia? Setidak-tidaknya ada beberapa poin penting yang bisa digaris bawahi:
1. Masuknya teknologi komunikasi di pedesaan telah menyebabkan munculnya jarak sosial antara pemimpin opini dengan msyarakatnya.
2. Dengan masuknya teknologi komunikasi, hubungan intim yang selama ini terbina antara pemimpin opini dengan masyarakat atau antara masyarakat itu sendiri kian memudar.
3. Tak bisa dipungkiri, teknologi komunikasi yang masuk ke desa telah mengubah muatan penting dalam komunikasi. Teknologi komunikasi turut serta merubah budaya masyarakat menjadi lebih konsumtif.
4. Pemimpin opini di Indonesia masih sangat berperan dalam mempengaruhi sikap dan perilaku pengikutnya di desa.
Adapun beberapa ciri opinion leader beserta proses komunikasi yang dijalankan bisa diringkas sebagai berikut:
1. Komunikasi interpersonal mempunyai struktur jaringan yang sangat kuat, karena ikatan yang telah lama ada, kebiasaan-kebiasaan setempat yang telah lama tertanam dan sebagainya dan setiap struktur ini mempunyai pemuka-pemuka pendapatnya.
2. Komunikasi di dalam masyarakat Indonesia ditandai oleh ciri-ciri sistem komunikasi feudal dimana arus komunikasi cenderung berjalan satu arah.
3. Pemuka-pemuka pendapat ini dianggap telah dikenali dan dapat diketahui dengan mudah dari fungsi mereka masing-masing dalam pranata-pranata informal yang telah berakar dalam masyarakat.
4. Sejalan dengan itu, jaringan komunikasi yang ada dalam masyarakat juga dengan sendirinya dianggap telah dikenali pula.
5. Pemuka-pemuka pendapat tidak hanya mereka yang memegang fungsi dalam pranata informal masyarakat tetapi juga pemimpin-pemimpin formal.
6. Pemuka pendapat di Indonesia dianggap bersifat polimorfik.
7. Pemuka pendapat pasti akan meneruskan informasi yang diterimanya kepada pengikutnya meskipun dengan perubahan-perubahan.

Ponsel, Realitas Baru Dalam Komunikasi
Salah satu perkembangan komunikasi yang paling aktual di Indonesia lima tahun terakhir adalah Hand Phone (HP). Kehadiran HP yang membanjiri kota-kota di Indonesia telah membentuk aktivitas komunikasi tersendiri. Dengan kata lain, revolusi dalam berkomunikasi di Indonesia sudah memasuki tahap baru dengan kehadiran HP.
Jika ditinjau dari media yang digunakan, komunikasi dengan HP termasuk dalam bentuk komunikasi nir massa. Ciri yang menyertai bentuk komunikasi ini adalah tidak melibatkan massa yang heterogen dan komunikatornya tidak melembaga (yang selama ini menjadi cirri dalam komunikasi massa), tetapi melibatkan peralatan lain.
Perkembangan pesat dalam dunia sistem komunikasi kita tentunya akan mengubah pola komunikasi yang terjadi di masyarakat selama ini. Ada beberapa catatan tentang perkembangan baru dalam sistem komunikasi Indonesia, terutama kaitannya dengan penggunaan HP.
1. Komunikasi melalui HP adalah bentuk revolusi komunikasi yang sedang melanda Indonesia. HP telah menjadi fenomena baru dalam sistem komunikasi Indonesia.
2. Komunikasi HP telah menurunkan minat baca masyarakat. Disamping menurunkan minat baca, HP juga mengarahkan masyarakat untuk hidup konsumtif.
3. Komunikasi dengan HP telah memunculkan praktik bisnis illegal.
4. Komunikasi dengan HP tidak mengindahkan etika dalam penggunaannya.
5. Penggunaan HP di Indonesia lebih digunakan untuk gaya hidup bukan untuk kebutuhan komunikasi.
Tetapi kita harus sadar bahwa berkomunikasi menggunakan HP juga punya kekurangan. HP mengubah suara menjadi gelombang elektromagnetik seperti halnya radio. Kuatnya pancaran gelombang dan letak HP yang menempel di kepala akan mengubah sel-sel otak hingga berkembang abnormal dan potensial menjadi sel kanker.
Apapun dampak positif dan negatif ponsel di Indonesia yang jelas ponsel adalah peralatan yang relatif modern digunakan. Ponsel telah mengubah berbagai sistem komunikasi yang dijalankan di Indonesia. Ponsel telah membawa revolusi perubahan sistem komunikasi di Indonesia.

Agenda Besar Sistem Komunikasi Indonesia
Ada beberapa hal yang layak dicermati sehubungan dengan semakin diberikannya ruang publik rakyat yang berimbas pada perubahan dalam arus komunikasinya. Pertama, Sistem Komunikasi Indonesia harus memfungsikan partisipasi rakyat secara lebih besar.Sistem komunikasi yang tidak memberikan rakyat untuk memfungsikan dirinya dalam sistem komunikasi sama saja sistem komunikasi itu mengalami set back (langkah mundur).
Kedua, SKI sudah memasuki sistem yang lebih terbuka. Dan kenyataan ini menjadi sesuatu yang baik bagi proses SKI, sebab suatu sistem mempunyai ciri terbuka. Sistem Komunikasi Indonesia sudah memasuki era penggunaan media massa yang menuntutnya untuk tidak tertutup.
Ketiga, ruang publik rakyat harus tetap dipertahankan dan diberikan dalam kadar yang lebih “kini dan masa datang”.
Keempat, sistem komunikasi menjadi alat pemintal yang menghubungkan antar sistem dalam masyarakat, artinya sistem komunikasi harus mampu mempersatukan perbedaan multikultur masyarakat Indonesia atau bahwa sistem komunikasi harus mampu mendukung integrasi masyarakat Indonesia.
Kelima, peran media massa menjadi sangat penting di tengah komunitas masyarakat yang kian besar, artinya media massa harus diberikan ruang bebas yang cukup agar bisa mengalokasikan kepentingan masyarakat dan pemerintah secara baik.

2 komentar:

  1. thanks gan,,,
    q mhsswa jrsan kmnkasi,,
    kbetuln td bku q hilang,,
    bukux nurudin,, hehe,,

    BalasHapus
  2. Bermafaat sekali ni gue mau uts bisa buat bahan .. Thankss

    BalasHapus