Jumat, November 27, 2009

The Art Of Persuasion

Film The Art Of persuasion mengisahkan bagaimana para pemimpin politik di seluruh dunia mulai dari tokoh-tokoh terkenal dalam sejarah sampai dengan para pemimpin dunia saat ini menggunakan seni sebagai alat komunikasi politik yang dikenal dengan istilah politik citra.
Politik citra dapat diartikan sebagai suatu teknik dalam komunikasi politik untuk membentuk citra personal yang positif dari seorang tokoh politik agar orang itu dapat diterima oleh khalayak luas.
Film ini menunjukkan bahwa komunikasi politik dengan dengan menggunakan politik citra yang digunakan oleh berbagai pemimpin dalam sejarah seperti Darius Agung dari Persia, Aleksander Agung dari Macedonia dan Augustus dari Roma telah berhasil meligitimasi kekuasaan mereka atas rakyat dan teknik ini terus disempurkan dan masih terus digunakan sampai saat ini.
Secara prinsip, komunikasi politik dengan menggunakan politik citra yang digunakan oleh tokoh-tokoh sejarah dengan politik citra yang digunakan oleh para pemimpin dunia saat ini tidaklah jauh berbeda. Yang membedakan di antara keduanya hanyalah medium yang digunakan dalam penyampaian pesan dan format isinya.
Pada masa lampau, para pemimpin politik cenderung menggunakan beragam benda-benda seni seperti atribut, perhiasan, symbol, relief, lukisan dan ukiran sebagai medium untuk merefleksikan citra kepemimpinan mereka.
Darius I dari Persia atau yang lebih dikenal dengan Darius Agung (549 SM – 486/485 SM) ketika memerintah berhasil menaklukan banyak bangsa di bawah kekuasaan Persia. Hal ini dapat dilihat pada inkripsi berupa balok emas yang di atasnya terukir nama berbagai bangsa yang ditaklukan oleh Persia. Dengan menaklukan banyak bangsa, maka Persia rentan akan pemberontakan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa taklukan. Untuk meredam pemberontakan, maka Darius membuat relief yang menggambarkan berbagai bangsa yang ditaklukan oleh Persia datang dengan menyembah dan membawa persembahan bagi Darius di dinding istananya di Persepolis. Para utusan tersebut digambarkan datang dengan menggunakan pakaian khas masing-masing bangsa. Dengan relief ini, darius bermaksud mengambarkan dirinya sebagai raja yang bijaksana dan mampu membawa perdamaian bagi bangsa-bangsa yang telah ditaklukannya. Tak cukup sampai disitu, darius juga menciptakan symbol pribadi bagi dirinya, yaitu Darius Sang Pemanah. Darius menggunakan pemanah sebagai symbol pribadinya karena dalam kebudayaan Persia, seorang pemanah merupakan symbol prajurit militer yang melambangkan kekuatan, kekuasaan dan kebijaksanaan. Dengan demikian, Darius hendak mengklaim bahwa dirinya merupakan seorang raja yang kuta, berkuasa dan bijaksana.
Aleksander Agung dari Macedonia (356 SM – 323 SM) yang berhasil menaklukan Persia juga menggunakan politik citra untuk mempertahankan kekuasaannya atas bangsa-bangsa bekas taklukan Persia. Berbeda dengan Darius yang menggunakan symbol, maka Aleksander menggunakan wajahnya sebagai bentuk komunikasi politik citranya. Pada sebuah lukisan di Pompeii, kaki Gunung Vesuvius, digambarkan pertempuran antara Aleksander yang memimpin Macedonia melawan Darius yang memimpin Persia. Lukisan itu mengambarkan Aleksander di puncak kekuasaan dan kekuatan sedangkan Darius berada dalam kekalahan. Hal ini dapat dilihat dari cara pelukisan kedua tokoh; Aleksander dilukiskan sebagai seseorang pemberani dengan keyakinan yang kuat, ia dilukiskan sedang berkuda memimpin pasukannya dan memegang tombak, tanpa menggunkaan helm pelindung kepala dan tatapannya tajam lurus ke depan menatap Darius dengan penuh keyakinan; sedangkan Darius dilukiskan sedang ketakutan dan berlindung di balik pasukannya, seolah sudah bersiap untuk menyerah dan kalah. Aleksander menyadari betul betapa penggambaran wajah seseorang mampu merefleksikan siapa orang tersebut dan betapa wajah seseorang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi orang banyak. Bahkan gambaran wajah Aleksander sudah ditentukan jauh sebelum ia menjadi raja Macedonia. Hal ini dapat dilihat pada sebuah ukiran gading bergambarkan wajah Aleksander yang ditemukan dalam makam Raja Philip (ayah dari Aleksander) dan seluruh gambaran wajah Aleksander yang pernah ditampilkan tidak berubah sama sekali. Bahkan untuk membuat rakyatnya selalu mengingat wajahnya, Aleksander melakukan tindakan ekstrem dengan meletakkan gambar wajahnya pada mata uang. Suatu revolusi yang luar biasa dalam komunikasi politik citra.
Octavianus (23 September 63 SM–19 Agustus 14), yang bergelar Kaisar Augustus dari Roma mengikuti keberhasilan Aleksander dengan membuat sebuah patung yang menggambarkan Augustus sebagai sosok yang selalu siap berjuang untuk rakyat dengan menggunakan pakaian perang, sosok yang sederhana dengan tanpa menggunakan alas kaki dan sosok pilihan dewa-dewa dengan penggambaran dewa-dewa yang tersenyum pada Augustus yang terukir di plat dada pakaian perangnya.
Simbol-simbol yang digunakan oleh Darius dan penggambaran wajah yang digunakan oleh Aleksander dalam komunikasi politik citra sampai saat ini masih terus digunkan dan dikembangkan oleh berbagai pemimpin politik di seluruh dunia. Penggunaan symbol dan emblem sebagai lambing resmi dari suatu negara atau organisasi sangatlah lazim, seperti lambang elang pada US Great Seal milik Amerika Serikat dan Garuda Pancasila. Sedangkan penggambaran wajah juga telah menjadi sesuatu yang umum, dengan banayknya patung atau monument, lukisan dan ilustrasi serta gambar pada mata uang yang menampilkan pemimpin politik suatu negara.
Selain lambang dan symbol, politik citra juga semakin berkembang seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Komunikasi politik citra tidak hanya menggunakan beragam benda seni namun telah memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, seperti Presiden Barack Obama yang selama kampanye pemilihan Presiden Amerika Serikat memanfaatkan situs Facebook sebagai medium kampanye dan pembentukan citra positif dirinya.
Isi dari penggambaran citra seseorang juga telah bergeser dari yang umumnya menampilkan sosok yang memiliki kekuatan dan kekuasaan menjadi sosok yang humanis namun tetap menonjolkan ketegasan, kewibawaan dan karisma seorang pemimpin. Hal ini dapat kita lihat dari citra yang ditampilkan oleh Presiden SBY melalui cara beliau berjalan, berbicara, berpenampilan serta pemilihan kata-kata yang beliau gunakan.
Dapat disimpulkan bahwa komunikasi politik citra yang digunakan pada oleh tokoh-tokoh sejarah dan yang kini digunakan oleh para pemimpin di seluruh dunia secara prinsip tida berbeda, melainkan komunikasi politik citra yang digunakan oleh para pemimpin dunia saat ini merupakan pengembangan dan penyempurnaan dari komunikasi politik citra yang telah digunakan selama ribuan tahun dengan memanfaatkan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi dan teknologi audio visual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar