Jumat, November 27, 2009

Permasalahan Narkotika di Indonesia dan Penanggulangannya

BAB I
PENDAHULUAN

Kata Narkotika mungkin sudah tidak asing lagi di tengah kita. Maraknya kasus penyalahgunaan Narkoba (narkotika dan obat-obatan terlarang) di Indonesia terutama yang dilakukan oleh generasi muda Indonesia telah meresahkan kita. Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun di sisi lain Narkotika dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan dan merupakan bahaya yang sangat besar bagi kehidupan manusia, masyarakat, bangsa, dan negara serta ketahanan nasional Indonesia apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama.
Posisi Indonesia di dalam jaringan Narkotika internasional disinyalir terus menguat dalam beberapa tahun terakhir. Selain menempati urutan nomor satu negara tujuan impor dan perdagangan Narkotika illegal di Asia tenggara, saat ini Indonesia juga mulai menjadi produsen Narkotika illegal dalam skala besar untuk kemudian diekspor dan diperdagangkan di kawasan Asia. Hal ini tercermin dari semakin maraknya kasus penggerebekan pabrik Narkotika, terutama sabu-sabu di seluruh wilayah Indonesia.
Dalam makalah singkat ini, Penulis akan mengangkat satu kasus mengenai penyalahgunaan Narkotika di Indonesia kemudian membahasnya dari sisi hukum berdasarkan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (pengganti Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika), dampak dan bahaya penyalahgunaan Narkotika serta upaya-upaya penanggulangan penyalahgunaan Narkotika.



BAB II
DATA

Sabu Rp 3,6 Miliar Disimpan di Kaki Palsu
10:51 | Thursday, 12 November 2009
TANGERANG- Demi uang, warga negara Iran, Mohammad Var Shouchi (32), nekat menyelundupkan sabu seberat 1,6 kg yang disembunyikan di kaki palsu sebelah kiri. Pihak Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta berhasil melakukan pencegahan sesaat pelaku tiba di terminal 2 D kedatangan luar negeri.
Pelaku tiba di Bandara Soekarno Hatta menggunakan pesawat Emirates Airways dengan nomor penerbangan EK 358, Senin (9/11), pukul 22.15 WIB. Karena gerak geriknya yang mencurigakan, petugas langsung memeriksanya. Tak diduga, sabu jenis methamphetamine HCL yang berbentuk cairan bening dan kristal senilai Rp3,6 miliar itu disembunyikan di kaki palsu sebelah kiri yang digunakan pelaku.
Petugas Bea Cukai curiga melihat cara pelaku berjalan, yang berbeda dengan orang normal. Kaki sebelah kiri terlihat seolah diseret. “Karena pola berjalan pelaku itu, petugas langsung memberhentikan dan memeriksa. Setelah pemeriksaan, diketahui pelaku menggunakan kaki palsu di bagian kaki kiri. Cairan dan Kristal sabu tersebut dililitkan rapih di bagian betis. Pelaku sengaja menyeret kaki palsunya dikarenakan lakban pengikat shabu yang ditempatkan di bagian betis itu nyaris copot.
Dari hasil pemeriksaan, petugas menemukan sabu senilai Rp3,6 miliar yang dikemas dalam satu paket dan direkatkan dibagian betis kiri kaki palsunya,” kata Kepala Bea dan Cukai Provinsi Banten, Bachtiar.
Pengakuan pelaku, dirinya baru kali pertama masuk ke Indonesia. Pelaku rencananya akan menginap di salah satu hotel di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Karena terlilit hutang di kampung halamannya, dia bersedia mengantarkan sabu tersebut masuk ke Indonesia. Mantan supir taksi di Iran ini mengaku berhutang kepada salah satu bandar narkoba di Iran sebesar Rp400 juta. Hutang itu untuk biaya perobatan pasca kecelakaan yang menyebabkan kaki kirinya harus diamputasi. Sebesar Rp385 juta sudah dibayarkan kepada bandar narkoba tersebut. Sisanya Rp15 juta dilunasi dengan cara menjadi kurir.
“Pengakuannya seperti itu. Diketahui memang dia baru pertama kali ke Indonesia. Pelaku juga sudah memiliki voucher menginap yang dibawanya dari Iran,” jelas Bachtiar.
Saat ini, kasus penyelundupan sabu ini telah dikirim ke Polda Metro Jaya guna pengembangan lebih lanjut. Hingga saat ini belum ditemukan pihak lain yang terkait dengan kasus ini ataupun orang yang akan mengambil paket tersebut setelah tiba di Indonesia. Dugaan sementara, pelaku merupakan salah satu kurir jaringan Iran yang beberapa waktu lalu juga berhasil ditangkap.
“Diduga ini merupakan sindikat internasional asal Iran yang bulan lalu tertangkap. Tren saat ini memang mayoritas penyelundupan sabu berasal dari Iran,” ujarnya.
Pelaku sendiri terancam hukuman mati atau paling rendah penjara 20 tahun dengan denda Rp20 miliar karena sabu yang diselundupkan lebih dari 5 gram. Pelaku akan diancam dengan pasal 113 ayat 1 dan 2 Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika .
“Karena barang bukti beratnya melebihi 5 gram, pelaku diancam pidana mati, pidana seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun,” terang Bachtiar. (kin/jpnn)



BAB III
PEMBAHASAN

Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional. Tindak pidana Narkotika tidak lagi dilakukan secara perseorangan, melainkan melibatkan banyak orang yang secara bersama - sama, bahkan merupakan satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas yang bekerja secara rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasional maupun internasional.
Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Bab I Pasal 1 mengenai Ketentuan Umum, yang dimaksud dengan:
1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.
2. Prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika yang dibedakan dalam tabel sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.
Sementara pada pasl 35 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, disebutkan bahwa:
Peredaran Narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan Narkotika, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan, untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berdasarkan data yang disajikan oleh Penulis pada Bab II, telah terjadi tindak pidana Narkotika, yaitu berupa kepemilikan dan impor Narkotika secara illegal. Sementara jenis Narkotika yang diselundupkan masuk ke dalam wilayah NKRI ialah jenis sabu-sabu.
Sabu-sabu atau metamfetamina (metilamfetamina atau desoksiefedrin) adalah obat psikostimulansia dan simpatomimetik. Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sabu-sabu atau metamfetamina termasuk dalam daftar Narkotika Golongan I.
Tindakan yang dilakukan oleh Mohammad Var Shouchi tersebut di atas jelas telah melanggar pasal 7, pasal 16 ayat 1 dan ayat 3, pasal 17, pasal 24 ayat 1 dan pasal 41 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Pasal 7 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan:
Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan / atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 16 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan:
Ayat 1: Importir Narkotika harus memiliki Surat Persetujuan Impor dari Menteri untuk setiap kali melakukan impor Narkotika.
Ayat 3: Surat Persetujuan Impor Narkotika Golongan I dalam jumlah yang sangat terbatas hanya dapat diberikan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 17 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan:
Pelaksanaan impor Narkotika dilakukan atas dasar persetujuan pemerintah negara pengekspor dan persetujuan tersebut dinyatakan dalam dokumen yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengekspor.
Pasal 24 ayat 1 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan:
Setiap pengangkutan impor Narkotika wajib dilengkapi dengan dokumen atau surat persetujuan ekspor Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengekspor dan Surat Persetujuan Impor Narkotika yang dikeluarkan oleh Menteri.
Pasal 41 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan:
Narkotika Golongan I hanya dapat disalurkan oleh pedagang besar farmasi tertentu kepada lembaga ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sejarah maraknya kasus peredaran dan penyalahgunaan Narkotika sendiri dapat dilihat dari ratusan tahun yang lalu dimana obat-obatan psikoaktif digunakan untuk keperluan pengobatan, keagamaan dan sebagai sarana hiburan. Pada akhir abad ke-19 dengan semakin berkembangnya ilmu kimia dan farmakologi, masyarakat mulai mensintesakan berbagai zat yang sangat kuat dan bersifat amat addictive yang dapat mengakibatkan kecanduan seperti kokain dan heroin.
Secara umum, permasalahan narkotika dapat dibagi menjadi tiga bagian yang saling terkait, antara lain:
1. Adanya produksi Narkotika secara gelap
2. Adanya perdagangan dan peredaran gelap Narkotika
3. Adanya penyalahgunaan Narkotika
Berdasarkan dampaknya terhadap pemakai, Narkotika dapat dibedakan menjadi tiga kategori, antara lain:
1. Depressant
Depressant merupakan obat penenang (sedatives) yang bekerja pada sistem syaraf. Depresant memberikan rasa rileks yang bersifat artifisial, mengurangi ketegangan atau kegelisahan serta tekanan mental. Namun depressant cenderung mengakibatkan ketergantungan psikologis, dalam artian pengguna akan merasa gelisah bila tidak menggunakan depressant lagi.
2. Stimulants
Stimulants merupakan zat yang mengaktifkan, memperkuat dan meningkatkan aktivitas dari sistem syaraf pusat. Stimulants dapat mendorong symptoms yang bersifat memabukkan seperti meningkatnya denyut jantung, membesarnya pupil mata, meningkatnya tekanan darah serta mual-mual dan muntah. Obat-obatan jenis stimulants dapat menyebabkan tindak kekerasan dan perilaku agresif serta menghasut dan tidak dapat berpikir secara jernih. Stimulants bahkan dapat menyebabkan sakit jiwa (delusional psychosis).
3. Hallucinogens
Hallucinogens secara kimiawi sangat beragam dan dapat mengakibatkan perubahan mental yang hebat seperti euphoria, kegelisahan, distorsi sensorik, halusinasi, berhayal, ketakutan yang berlebihan (paranoia) dan depresi.
Sementara itu bahaya dari penyalahgunaan Narkotika antara lain:
1. Bahaya terhadap diri pemakai
a) Narkotika mampu merubah kepribadian pemakai secara drastis
b) Menimbulkan sifat masa bodoh terhadap diri sendiri
c) Semangat bekerja menjadi menurun dan suatu ketika bisa saja pemakai bersikap seperti orang gila sebagai reaksi dari penggunaan Narkotika
d) Tidak memiliki keraguan untuk melanggar norma masyarakat, hukum dan agama
e) Tidak segan-segan menyiksa diri sendiri karena ingin menghilangkan rasa nyeri akibat ketergantungan Narkotika yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian
2. Bahaya terhadap keluarga
a) Pemakai tidak lagi menjaga sopan santun di rumah bahkan tidak segan-segan untuk melakukan tindak kekerasan
b) Tidak menghargai harta benda yang ada di rumah seperti mencuri untuk membeli Narkotika
c) Mencemarkan nama baik keluarga
d) Menghabiskan biaya yang amat besar untuk pengobatan dan rehabilitasi
3. Bahaya terhadap lingkungan masyarakat
a) Tidak segan-segan untuk melakukan tindak pidana seperti kekerasan dan pencurian
b) Mengganggu ketertiban umum
c) Membahayakan ketentraman dan keselamatan umum serta tidak menutup kemungkinan mempengaruhi orang lain untuk turut serta menjadi pemakai Narkotika
4. Bahaya terhadap bangsa dan negara
a) Rusaknya generasi muda penerus bangsa
b) Hilangnya rasa patriotisme, cinta dan bangga terhadap bangsa dan negara sehingga pada akhirnya kan melemahkan ketahanan bangsa dan negara
Dikarenakan adanya kecenderungan peningkatan kasus penyalahgunaan Narkotika di Indonesia yang telah mencapai taraf berbahaya dan memprihatinkan serta buruknya dampak Narkotika terhadap pemakai maka pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Narkotika Nasional menerapkan beberapa kebijakan sebagai bentuk upaya penanggulangan penyalahgunaan Narkotika secara nasional. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika secara komprehensif dan multidimensional.
2. Berupaya meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya pemberantasan dan pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika, termasuk melalui jalur pendidikan sekolah dan luar sekolah.
3. Memanfaatkan peran serta media massa baik cetak maupun elektronik serta kemajuan teknologi komunikasi dan informasi untuk memberikan informasi kepada masyarakat secara luas.
4. Meningkatkan kerjasama regional dan internasional secara lebih intensif dengan mengadakan kesepakatan-kesepakatan baik bilateral maupun multilateral.
5. Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam upaya penyelengaraan terapi dan rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan Narkotika dengan berpedoman pada standarisasi pelayanan terapi dan rehabilitasi yang telah ditentukan.
6. Melakukan pelaksanaan penegakan hukum secara tegas, konsisten dan sungguh-sungguh sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan peraturan-peraturan yang berlaku serta meningkatkan dan memperketat pengawasan dan pengendalian Narkotika dan Prekursor Narkotika guna mencegah terjadinya penyalahgunaan dan penyelewengan ke pasar gelap.
Dalam melaksanakan tugasnya BNN juga berkoordinasi dengan instansi-instansi terkait dengan membentuk satuan-satuan tugas operasional, seperti:
1. Satuan tugas precursor BNN
Bekerjasama dengan Badan POM RI yang menangani pemantauan distribusi dan pengecekan penggunaan terhadap bahan-bahan kimia dasar yang digunakan oleh perusahaan kimia maupun pengguna bahan kimia.
2. Satuan tugas airport interdiction
Bekerjasama dengan Direktorat Jendral Bea dan Cukai, Departemen Keuangan RI yang bertugas menangani permasalah Narkotika di bandara-bandara nasional dan internasional guna mencegah masuk dan beredarnya Narkotika.
3. Satuan tugas seaport interdiction
Bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Departemen Perhubungan RI yang bertugas menangani permasalahan Narkotika di pelabuhan-pelabuhan laut baik nasional maupun internasional guna mencegah peredaran Narkotika.
4. Satuan tugas pengawasan narkotika terhadap orang asing
Bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Imigrasi, Departemen Kehakiman dan HAM RI, bertugas menangani permasalahan Narkotika yang dilakukan oleh orang asing mulai dari keberadaannya sampai pada kegiatannya.
5. Satuan tugas operasional P4GN di lapas atau rutan
Bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Departemen Hukum dan HAM RI guna mengawasi peredaran Narkotika pada narapidana dan tahanan.
6. Satuan tugas kokain dan heroin
Bekerjasama dengan Direktorat IV / Narkotika dan Kejahatan Terorganisir, Bareskrim Polri, yang bertugas menangani permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba khususnya kokain dan heroin atau jenis narkotika.
7. Satuan tugas sabu-sabu dan ekstasi
Bekerja sama dengan Direktorat IV / Narkotika dan Kejahatan Terorganisir, Bareskrim Polri, yang bertugas menangani permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba khususnya sabu-sabu dan ekstasi atau jenis psikotropika.
8. Satuan tugas ganja
Bekerja sama dengan Direktorat IV / Narkotika dan Kejahatan Terorganisir, Bareskrim Polri, yang bertugas menangani permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba khususnya ganja, mulai dari kultivasi, pemetaan sampai dengan peredarannya.
Adapun dasar dari pembentukan Badan Narkotika Nasional tercantum dalam pasal 64 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang berbunyi:
Ayat 1: Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, dengan Undang-Undang ini dibentuk Badan Narkotika Nasional, yang selanjutnya disingkat BNN.
Ayat 2: BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Adapun tugas dan wewenang BNN tercantum dalam pasal 70 dan pasal 71 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang berbunyi:
Pasal 70:
BNN mempunyai tugas:
a. menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
b. mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
c. berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
d. meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat;
e. memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
f. memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
g. melakukan kerja sama bilateral dan multilateral, baik regional maupun internasional, guna mencegah dan memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
h. mengembangkan laboratorium Narkotika dan Prekursor Narkotika;
i. melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan
j. membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang.
Pasal 71:
Dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, BNN berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Berdasarkan data di atas, atas tindakannya menyelundupkan sabu-sabu seberat 1,6 kg, Mohammad Var Shouchi telah melakukan tindakan pidana Narkotika dan diancam dengan ketentuan pidana pasal 113 dan pasal 115 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang berbunyi:
Pasal 113:
1. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hokum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
2. Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 115:
1. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hokum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
2. Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).



BAB IV
KESIMPULAN

Kesimpulan yang bisa penulis tarik dari data dan pembahasan di atas ialah bahwa masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat, sudah sangat memprihatinkan dan membahayakan kehidupan bangsa, masyarakat dan negara Indonesia. Indonesia bukan lagi sekedar menjadi tempat transit dalam peredaran dan perdagangan gelap Narkotika, tetapi telah menjadi tempat pemasaran dan bahkan telah menjadi tempat produksi Narkotika.
Tindak pidana Narkotika juga telah menjadi masalah global yang terorganisir dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih dan telah didukung oleh jaringan organisasi yang luas.
Permasalahan Narkotika di Indonesia kini bukan lagi menjadi masalah pemerintah melalui Kepolisian Negara RI maupun Badan Narkotika Nasional, namun merupakan permasalahahn bersama antara Pemerintah dan masyarakat luas. Untuk itu peran serta masyarakat baik dalam hal pencegahan, pengawasan, pemberantasan maupun rehabilitasi dan pengobatan amat diperlukan.
Keluarga, institusi pendidikan dan lingkungan masyarakat merupakan gerbang pertama dalam hal pencegahan penyalahgunaan Narkotika pada generasi muda Indonesia. Lemahnya pengawasan dan pencegahan dalam lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan dan masyarakat telah menyebabkan banyak generasi muda Indonesia terjerumus dalam kasus penyalahgunaan Narkotika.



SUMBER DATA

http://www.hariansumutpos.com/2009/11/sabu-rp36-miliar-disimpan-di-kaki-palsu.html
www.solusihukum.com/news/arsip/narkoba.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Metamfetamina
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar